Teologi patoral dan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Kekerasan
dalam rumah tangga untuk sekarang ini sudah sangat sering kita dengar
dilingkungan dimana kita tinggal. Walaupun tindakan kekerasan ini sering
disebut yaitu kejahatan yang tersembunyi. Mengapa disebut demikian, karena baik
pelaku maupun korban berusaha untuk merahasiakan perbuatan tersebut dari pandangan
publik. Ketegangan maupun konflik antara keluarga merupakan hal yang wajar
dalam sebuah rumah tangga. Tidak ada rumah tangga yang berjalan tanpa konflik
namun konflik dalam rumah tangga adalah hal yang menakutkan dan ada juga yang
beranggapan bahwa konflik dalam rumah tangga adalah hal yang tidak menakutkan.
Hampir semua keluarga pernah mengalaminya. Yang menjadi berbeda adalah
bagaimana cara mengatasi dan menyelesaikan hal tersebut. Untuk itulah seorang
teologi pastoral mengambil peran didalamnya agar setiap keluarga yang sedang
mengalami yang namanya konflik kekerasan dalam rumah tangga tidak berujung
kepada perceraian atau hal-hal buruk lainnya. seorang teologi pastoral harus
mampu membimbing keluarga agar keluarga memiliki cara untuk menyelesaikan permasalahannya
dikarenakan apabila masalah diselesaikan secara baik dan sehat maka setiap
anggota keluarga akan mendapatkan pengajaran yang berharga yaitu menyadari dan
mengerti akan perasaan, kepribadiandan pengendalian emosi bagi tiap keluarga
sehingga terwujudlah kebahagiaan dan kerukunan dalam keluarga.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Teologi Pastoral
Teologi Pastoral adalah sebuah cabang ilmu teologis yang berfokus pada perspektif penggembalaan pada semua kegiatan dan fungsi Gereja dan pendeta, kemudian menarik kesimpulan teologis dari pengamatan yang
dilakukan.Sejak zaman Reformasi Protestan, istilah "Pastoral" dipakai dalam beberapa
pengertian.Pertama, “Pastoral" sebagai kata sifat dari "Pastor".Karena Pastor melaksanakan penggembalaan, maka istilah
Pastoral dalam konteks ini berarti sama dengan penggembalaan itu sendiri.Pemahaman
yang kedua adalah Pastoral sebagai studi tentang penggembalaan itu sendiri.
Pemahaman yang ketiga yaitu istilah pastor dalam konotasi praktisnya berarti
merawat atau memelihara. Sikap pastoral harus mewarnai semua sendi pelayanan
setiap orang sebagai orang-orang yang sudah di rawat dan diasuh oleh Allah
secara sungguh-sungguh.Semua orang adalah orang adalah domba-domba Allah.Maka
dalam karya pastoral, hendaklah diingat bahwa kita dipercayakan untuk
mengembalakan domba-domba Allah, yakni sesama kita manusia.[1]
Berbicara mengenai pengembalaan,
tentu berbagai macam pandangan orang akan hal ini. untuk itu penggembalaan
terbagi atas beberapa tipe pada pengertiannya terutama untuk pengertiannya pada
masyarakat Kristen Indonesia, beberapa tipe pada pengertiannya Yaitu:
·
Sebagian masyarakat ada
yang berpendapat bahwa penggembalaan merupakan pembinaan, yaitu tugas membentuk
watak seseorang dan mendidik mereka untuk menjadi murid Kristus yang baik.
·
Ada juga yang memandang
penggembalaan sebagai pemberitaan Firman Allah, melalui pertemuan antar pribadi
atau dalam kelompok kecil, walaupun juga dapat dilakukan dalam khotbah dan
liturgi
·
Ada yang berpendapat, khususnya
di lingkungan Katolik, bahwa penggembalaan berarti pelayanan yang berhubungan
dengan sakramen
·
Ada yang percaya,
khususnya anggota dari kelompok karismatik, bahwa penggembalaan adalah
pelayanan penyembuhan, yaitu pelayanan rohani yang mengakibatkan penyembuhan
fisik dan lain-lain.
·
Ada yang berpendapat
bahwa penggembalaan adalah pelayanan kepada masyarakat, yaitu pelayanan sosial
dan pelayanan berjuang melawan ketidakadilan
·
Ada yang melihat
penggembalaan sebagai pelayanan di mana manusia yang terlibat dalam interaksi
menantikan dan menerimakehadiran dan partisipasi Tuhan Allah.
·
Lalu penggembalaan
dapat dianggap juga sebagai konseling pastoral yang menggunakan teknik-teknik
khusus yang di pinjam dari ilmu-ilmu manusia, khususnya psikologi.[2]
2.
Pengertian
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Kekerasan
dalam rumah tangga adalah kekerasan yang dilakukan di dalam rumah tangga baik
oleh suami maupun oleh istri. Menurut
Pasal 1 UU Nomor 23 tahun 2004
tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), KDRT adalah setiap
perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang
berakibat timbul nya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan
atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,
pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah
tangga.Sebagian besar korban KDRT adalah kaum perempuan (istri) dan pelakunya
adalah suami, walaupun ada juga korban justru sebaliknya, atau orang-orang yang
tersubordinasi di dalam rumah tangga itu. Pelaku atau korban KDRT adalah orang
yangmempunyai hubungan darah, perkawinan, persusuan,
pengasuhan, perwalian dengan suami, dan anak bahkan pembantu rumah tangga.[3]
3.
Penyebab Terjadinya
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Penyebab
terjadinya kekerasan dalam rumah tangga dapatdigolongkan menjadi 2(dua) faktor,
yaitu: faktor internal dan faktor
eksternal.
·
Faktor internal menyangkut kepribadian dari pelakukekerasan
yang menyebabkan pelakumudah sekali melakukan tindak kekerasan bila menghadapi
situasi yangmenimbulkan kemarahan atau frustasi. Kepribadian yang agresif
biasanya dibentuk melalui interaksi dalam keluarga atau dengan lingkungan
sosial di masa kanak- kanak. Apabila tindak kekerasan mewarnai kehidupan sebuah
keluarga,kemungkinan besar anak-anak mereka akanmengalami hal yang sama setelah
mereka menikah nanti. Hal ini disebabkan mereka menganggap bahwa kekerasan
merupakan hal yang wajar atau mereka dianggap gagal jikatidak mengulang pola
kekerasan tersebut. Perasaan kesal dan marah terhadap orang tua yang selama ini
berusaha ditahan, akhirnya akan muncul menjadi tindak kekerasan kepada istri,
suami atau anak-anak.
·
Faktor eksternaladalah faktor-faktor diluar diri si pelaku
kekerasan.Mereka yang tidak tergolong memiliki tingkah laku agresif dapat
melakukan tindak kekerasan bila berhadapan dengan situasi yang menimbulkan
frustasi misalnya kesulitan ekonomi yang berkepanjangan,penyelewengan suami
atau istri, keterlibatan anak dalam kenakalan remaja atau penyalahgunaan obat
terlarang dansebagainya
4.
Bentuk-Bentuk
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang terjadi di lingkup rumah tangga
·
Kekerasan fisik: kekerasan fisik adalah perbuatan
yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.
·
Kekerasan psikis: kekerasan psikis adalah perbuatan
yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan
untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada
seseorang.
·
Kekerasan seksual: kekerasan seksual adalah
setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan
seksual dengan cara yang tidak wajar dan/atau tidak disukai, pemaksaan hubungan
seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
·
Penelantaran rumah tangga: penelantaran rumah tangga meliputi
dua tindakan yaitu: 1) orang yang mempunyai kewajiban hukum atau karena
persetujuan atau perjanjian memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan
kepada orang tersebut dalam lingkup rumah tangga namun tidak melaksanakan
kewajiban tersebut. 2) setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi
dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam dan
di luar rumah tangga sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.
5.
Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Pada Perempuan
Kekerasan
yang dialami perempuan terutama bagi perempuan yang sudah memiliki suami sangat
banyak kita jumpai sekarang ini.komnas perempuan menyatakan kekerasan pada
perempuan tentu mengalami kerugian dan penderitaan fisik, seksual, maupun
psikologinya.Sebagian besar perempuan sering bereaksi pasif dan apatis terhadap
tindakan kekerasan yang dialaminya.Ini memantapkan kondisi tersembunyi terjadinya
tindak kekerasan pada istri yang diperbuat oleh suaminya. Adapun beberapa
dampak yang dialami perempuan akibat kekerasan yang dilakukan suaminya didalam
Rumah tangganya, yaitu:
·
Mengalami sakit fisik
·
Tekanan mental
·
Menurunya rasa percaya diri dan harga diri
·
Mengalami rasa idak berdaya
·
Mengalami ketergantungan pada suami yang sudah menyiksanya
·
Mengalami stress pasca trauma
·
Mengalami depresi
·
Dan ada muncul keinginan untuk bunuh diri
Menurut
Suryakusuma (1995) efek psikologis penganiayaan bagi banyak perempuan lebih
parah dibandingkan efek fisiknya.Rasa takut, cemas, letih, kelainan stress post traumatic, serta gangguan
makan dan tidur merupakan reaksi panjang dari tindak kekerasan.Namun, tidak
jarang akibat tindak kekerasan terhadap istri juga mengakibatkan kesehatan
reproduksi terganggu secara biologis yang pada akhirnya mengakibatkan
terganggunya secara sosiologis.
6.
Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Pada Laki-laki
Dalam hal ini kita dapat melihat bahwa bukan hanya
perempuan saja yang mengalami korban dari kekerasan yang ada di dalam rumah
tangga.Dalam UUD No.23 Tahun 2004 sangat bersifat diskriminasi seolah-olahya
perempuan lah yang menjadi korban dari kekerasan dalam rumah tangga
itu.Kekerasan dalam Rumah tangga dapat menimpa siapa saja baik itu perempuan
maupun laki-laki.Banyak
orang yangberasumsi bahwa laki-laki secara fisik lebih kuat daripada perempuan.
Sehingga, apabila suatu saat hal tersebut terjadi (kekerasan terhadap suami)
sang suami bukannya mendapat motivasi atau dukungan moril dari orang
terdekatnya tapi justru malah suami mendapat tekanan tambahan dari orang-orang
sekelilingnya yang menganggapnya sebagai laki-laki pengecut, cupu (baca; culun
punya), lemah di hadapan perempuan, tidak mampu mengendalikan istri dan
sebagainya.
Mungkin bagi sebagian besar masyarakat kita
menilai salah satu komedi situasi suami-suami takut istri (SSTI) yang
ditayangkan di sebuah televisi hanyalah sebuah lelucon konyol untuk menghilangkan
sejenak beban pikiran dan penat selepas beraktivitas penuh seharian.Namun,
apabila dicermati dan dikritisi lebih lanjut sebenarnya situasi yang sedang
digambarkan dalam komedi tersebut telah memenuhi unsur-unsur kekerasan dalam
rumah tangga terhadap suami.Seperti kekerasan fisik, psikis, penelantaran rumah
tangga.Jadi, sebetulnya kita tidak dapat menafikkan kenyataan tersebut
benar-benar terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari.Apa yang terjadi di
kalangan selebritas mungkin dapat dijadikan contoh mudah yang sering kita lihat
di televisi. Karena, seandainya saja kita mau jujur banyak juga terjadi
suami-suami yang mengalami tekanan psikis di zaman sulit seperti sekarang ini.
Sebagai ilustrasi suami yang sudah mengalami
tekanan kerja di kantor dari atasan karena tidak mencapai target pekerjaan yang
direncanakan harus menghadapi kenyataan sesampainya di rumah mendapati
kata-kata pedas dari istri karena tidak membawa pulang uang sejumlah yang di
harapkan. Yang perlu diingat adalah bahwa Pasal 2 ayat (1) UUKDRT menyebutkan
suami sebagai salah satu pihak yang termasuk dalam lingkup keluarga dan
sepatutnya juga mendapat perlindungan apabila menjadi objek kekerasan dalam
rumah tangga.
7.
Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Pada Anak
Anak-anak yang tinggal dalam lingkup
keluarga yang mengalami KDRT memiliki resiko yang tinggi untuk mengalami
penelantaran, menjadi korban penganiayaan secara langsung, dan juga resiko
untuk kehilangan orang tua mereka.Pengalaman menyaksikan, mendengar, mengalami
kekerasan dalam lingkup keluarga dapat menimbulkan banyak pengaruh negatif pada
keamanan dan stabilitas hidup serta kesejahteraan anak.Dalam hal ini anak
menjadi korban secara tidak langsung. Menurut Bair-Merritt, Blackstone &
Feudtner, anak yang melihat perilaku kekerasan setiap hari di dalam rumah
dapatmengalami gangguan fisik, mental dan emosional. Gangguan emosional dapat
dimanifestasikan dalam bentuk peningkatan perilaku agresif, kemarahan,
kekerasan, perilaku menentang dan ketidakpatuhan serta juga timbulnya gangguan
emosional dalam diri anak seperti: rasa takut yang berlebihan, kecemasan,
relasi buruk dengan saudara kandung atau teman bahkan hubungan dengan orangtua
serta mengakibatkan penurunan self esteem(harga diri)pada anak.
Problem personalanak juga terganggu
dan hal tersebut mempengaruhi kemampuan kognitif dan sikap.Hal ini dapat
terlihat dari menurunnya prestasi anak di sekolah, terbatasnya kemampuan korban,
dan kecenderungan sikap anak untuk melakukan tindak kekerasan. Dutton menyimpulkan
bahwa trauma masa kecil mengarahkan pada pengembangan gejala trauma kronis pada
saat anak beranjak dewasa, hal ini akan meningkatkan resiko mereka untuk
menyerang pasangan dalam hubungan mereka. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Kerig (1999) yang dilakukan pada anak laki-laki dan perempuan adalah
anaklaki-laki yang tumbuh dalam keluarga yang mengalami kekerasan memiliki
resiko tiga kali lipat menjadi pelaku kekerasan terhadap istri dan keluarga
mereka di masa yang akan datang sedangkan pada anak perempuan akan menjadi
perempuan yang pasif dan cenderung untuk menjadi korban dalam kekerasan di
dalam keluarga sedangkan penelitian longitudinal yang dilakukan oleh Daugvergne
dan Johnson di tahun 2001 menjelaskan bahwa anak-anak saksi KDRT akan
mengembangkan persepsi yang salah tentang kekerasan, yaitu mereka akan
menganggap bahwa kekerasan adalah cara yang efektif untuk menyelesaikan
permaslahan yang sedang terjadi.
8.
Pandangan dan Peran Agama Kristen tentang KDRT
KDRT dari sudutpandang Etika KristenJika
dihubungkan dengan ajaran Etika Kristen,tentang KDRT tidak ada ditemukan. Di
dalam Alkitab Perjanjian Baru.Akan tetapi banyak kita bacatentang ajaran yang
berhubungan dengan rumah tangga Kristen yang mengutamakan KASIH, Maka dapat
kita lihat bahwa Alkitab banyak sekali mengajarkan kepada setiapkeluarga
tentang tindakan preventif (pencegahan) agar sebuah rumah tangga hidupdalam
damai sejahtera penuh dengan Kasih Kristus.Masalah yang paling besar dalam
keluarga ialah bagaimana menjalani hidupbahagia dengan suami yang kasar dan
sukar dimengerti, atau suami bertitel sedangkan istri tidak berpendidikan, atau
istri cantik sedangkan suami jelek, atau istri muda beliasedangkan suami lanjut
usia atau istri keturunan orangkaya sedangkan suami hanya seorang supir bis dan
sebagainya. Perbedaan-perbedaan semacam ini seringkali menjadi pemicuterjadinya
KDRT.Untuk itu cara mengatasi permasalahan tersebut, menurut Pendeta
YacobNahuway yaitu dengan satu-satunya adalah KASIH, karena dengan KASIHakan
membuahi 4 (empat) pokok penyelesaian yaitu :
1. Kasih membuat kita melihat
setiap orang dalam keluarga adalah orang-orangpenting dan istimewa.
2. Kasih membuat kita melihat
apa yang menjadi prioritas di dalam keluarga.
3. Kasih itu tidak sombong,
karena kesombongan pribadi menghancurkan keluarga.
4. Kasih membuat kita rela
mengorbankan apa saja demi keluarga bahagia.
Dalam hal ini gereja juga ikut
berperan dalam menangani KDRT sebagai contoh dimana kita dapat melihat dari
studi kasus yang terjadi di GKI (Gereja Kristen Indonesia).Dimanasecara program kerja tidakmemiliki program tentang penanggulangan
KDRT.Namun demikian, apabila terjadi persitiwa KDRT dan mereka melapor kepada
gereja seperti gereja GKI, maka GKI telah memiliki sistem-sistem terpadu
yangberbasis komunitas antar jemaat di wilayah wilayah jemaat
GKI tinggal. KDRT pada jemaat GKI
secara umum ditangani oleh kelompok komunitas gereja. Namun apabilaKDRT dinilai cukup berat dan tidak bisa
diselesaikan maka kasus tersebut ditangani oleh pendeta..
Masalah KDRT yang pernah
ditangani rohaniwan GKI mulai dari kekerasan fisik sampai dengan kekerasan non fisik.Contoh KDRT yang perah dialami
oleh jemaat GKIadalah perkosaan terhadap pasangan sendiri, pemukulan dan
lain-lain. SedangakanKDRT yang bersifat non fisik berupa penelantaran, dan perkataan
kasar pasangan.Namun demikian intensitas KDRT yang dialami oleh jemaat GKI dan
dilaporkan padapihak gereja terbilang sangat jarang.Dalam agama Kristen tidak
dikenal istilah perceraian. Oleh karena itu pendeta akansemaksimal mungkin
berusaha melakukan mediasi dan proses perdamaian kepadapihak-pihak bermasalah.
Namun apabila pasangan bermasalah bersikeras untukberpisah maka pendeta
mempersialakan pasangan bermasalah untuk mencari jalansendiri diluar agama
kristen.
9.
Peran Teologi Pastoral Dalam
Mengatasi Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Teologi pastoral merupakan suatu jawaban atas tindak kekerasan dalam rumah
tangga dikarenkan teologi pastoral mampu memberi topangan, bimbingan,
pendamaian dan penggembalaan dalam permasalahan hidup yang dialami oleh manusia
terkhusus masyarakat Kristen pada umumnya.Kebutuhan akan pelayanan teologi pastoral
ini sangat dirasakan umat kristiani dan dirasakan sangat penting pada saat
terjadi krisis kehidupan terutama krisis hidup berumah tangga yang dialami oleh
anggota Jemaat, baik secara pribadi maupun dalam kehidupan sosial. Kita dapat
mencermati tentang meningkatnya trend kekerasan di hampir segala bidang
kehidupan. Persoalan Rumah Tangga yang tidak dapat diselesaikan dengan
bijaksana hampir selalu bermuara pada kekerasan, baik secara fisik (misalnya:
pembunuhan, penganiayaan, dan sebagainya) maupun non-fisik (misalnya: berupa
tekanan-tekanan, stigma, perlakuan tidak adil, dan sebagainya). Bahkan
belakangan muncul juga ‘trend’ baru, utamanya bagi mereka yang tidak dapat
menyikapi masa-masa sulit tersebut dengan bijaksana, yaitu tindakan bunuh diri
ataupun membunuh orang lain.
Berangkat
dari latar belakang situasi dan kondisi tersebut, maka peranan pelayanan
Teologi pastoral, adalah bagaiman upaya pendampingan yang bersifat membimbing
dan memperbaiki (reparative), serta membawa pemulihan dan kesembuhan (psikoterapi)
dalam konflik dan penderitaan yang paling dalam, yang menghalang-halangi
pertumbuhan kepribadian, spiritualitas dan karakter keluarga baik itu yang
terkena pada perempuan atau laki-laki bahkan pada anak.para
Teologi Pastoral perlu membekali diri dengan prinsip-prinsip dasar seorang
teolog dan berbagai pendekatan yang
dapat dikembangkan dalam teologi pastoral agar dapat membantu orang-orang yang
menghadapi masalah-masalah mereka secara konstruktif, dengan mengambil
keputusan-keputusan yang sungguh-sungguh dapat dipertanggung-jawabkan, dan
memperbaiki sikap dan perilaku mereka yang cenderung melukai diri sendiri dan
orang lain. Oleh karena itu, para Teologi pastoral dapat membantu anggota keluarga
untuk secara jujur dan terbuka mengungkapkan perasaan-perasaan dan sikap-sikap
yang mereka alami.
Dengan
mengungkapkan perasaan-perasaan dan sikap-sikap batin mereka, maka secara
bertahap anggota keluarga yang mengalami Kekerasan atau yang telah melakukan
Kekerasan dapat memandang kehidupannya secara positif dan konstruktif, menuju
kematangan dan kedewasaan emosional dan spiritual melalui perjumpaannya dengan
Allah dalam Kristus sehingga permasalahan apa pun yang dihadapi, tidak
menghalangi pertumbuhan iman mereka karena fungsi pelayanan Teologi pastoral
dalam kekerasan yang dialami keluarga, yaitu:
·
menyembuhkan (healing)
·
mendukung (sustaining)
·
membimbing (guiding)
·
mendamaikan (reconciling)
·
dan memelihara (nurturing) kehidupan.
Sebab itu pendekatan secara holistik
dalam penggembalaan dan Teologi pastoral sangat dibutuhkan, karena anggota
Keluarga sebagai seorang individu pasti memiliki kekuatan-kekuatan dan kekayaan
yang masih belum ditemukan dan dikembangkan dalam hidupnya.
Dengan demikian seorang Teologi patoral sangat diharapkan dapat
memahami kebutuhan yang mendasar dari setiap orang akan kasih, sehingga dapat
membimbing anggota Jemaat dari rasa bersalah, keterasingan dari orang-orang
yang dikasihinya, dan dari keputus-asaan mereka, agar mereka dapat memahami
makna kasih dan pengampunan melalui iman dan kasih kepada Allah di dalam Yesus
Kristus. Di sinilah letak pentingnya pembacaan Alkitab, pemberitaan Firman
Tuhan, doa dan berkat dalam Teologi pastoral. Kesadaran Alkitab tentang kefanaan,
dosa dan kehancuran keluarga, dapat membuat teolog tetap berupaya secara
optimal sebagai penyembuh dan pendorong pertumbuhan. Sehingga seorang teolog
pastoral mampu menghadirkan beberapa hal didalam keluarga, yaitu:
·
Saling menasehati
·
Saling menghibur
·
Saling membela
·
Sabar seorang terhadap yang
lain
·
Saling mengampuni
·
Ciptakan suasana sukacita dalam keluarga
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Jika
kita pantau dengan cermat dan terjun langsung
kelapangan disana kita dapat melihat bahwa kekerasan dalam Rumah tangga
tidak lagi hanya terkena kepada perempuan saja atau bisa dikatakan bahwa
laki-laki adalah penyebab dari kekerasan dalam rumah tangga tersebut. Jika kita melihat secara seksama bahwasanya
kekerasan dalam rumah tangga untuk sekarang ini sudah terjadi kepada laki-laki
atau perempuan bahkan juga dampaknya sudah menjalar kepada anak-anak dalam
rumah tangga tersebut. Memang terkadang
kita merasa aneh jika laki-laki adalah korban dari KDRT dan mungkin
sangat jarang kita temui bahwa laki-laki adalah korban KDRT tersebut. Banyak laki-laki malu untuk menceritakan
kekerasan yang telah mereka alami dikarenakan
laki-laki takut dikucilkan dengan alasan mengapa laki-laki takut kepada
istri?. Untuk itu dari sini peran teologi pastoral sangat besar dan teologi
pastoral mampu masuk dan menghadirkan suasana damai dalam keluarga. Agar
kiranya keegoisan yang ada kepada pihak laki-laki maupun perempuan teredahkan
dengan baik dan mereka sadar bahwa apa yang telah mereka lakukan adalah salah
dan tidak baik bagi rumah tangga dan terkhusus untuk anak-anak mereka.
Comments
Post a Comment