Teologi patoral dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)


Teologi patoral dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
            Kekerasan dalam rumah tangga untuk sekarang ini sudah sangat sering kita dengar dilingkungan dimana kita tinggal. Walaupun tindakan kekerasan ini sering disebut yaitu kejahatan yang tersembunyi. Mengapa disebut demikian, karena baik pelaku maupun korban berusaha untuk merahasiakan perbuatan tersebut dari pandangan publik. Ketegangan maupun konflik antara keluarga merupakan hal yang wajar dalam sebuah rumah tangga. Tidak ada rumah tangga yang berjalan tanpa konflik namun konflik dalam rumah tangga adalah hal yang menakutkan dan ada juga yang beranggapan bahwa konflik dalam rumah tangga adalah hal yang tidak menakutkan. Hampir semua keluarga pernah mengalaminya. Yang menjadi berbeda adalah bagaimana cara mengatasi dan menyelesaikan hal tersebut. Untuk itulah seorang teologi pastoral mengambil peran didalamnya agar setiap keluarga yang sedang mengalami yang namanya konflik kekerasan dalam rumah tangga tidak berujung kepada perceraian atau hal-hal buruk lainnya. seorang teologi pastoral harus mampu membimbing keluarga agar keluarga memiliki cara untuk menyelesaikan permasalahannya dikarenakan apabila masalah diselesaikan secara baik dan sehat maka setiap anggota keluarga akan mendapatkan pengajaran yang berharga yaitu menyadari dan mengerti akan perasaan, kepribadiandan pengendalian emosi bagi tiap keluarga sehingga terwujudlah kebahagiaan dan kerukunan dalam keluarga.






BAB II
PEMBAHASAN
1.      Pengertian Teologi Pastoral
Teologi Pastoral adalah sebuah cabang ilmu teologis yang berfokus pada perspektif penggembalaan pada semua kegiatan dan fungsi Gereja dan pendeta, kemudian menarik kesimpulan teologis dari pengamatan yang dilakukan.Sejak zaman Reformasi Protestan, istilah "Pastoral" dipakai dalam beberapa pengertian.Pertama, “Pastoral" sebagai kata sifat dari "Pastor".Karena Pastor melaksanakan penggembalaan, maka istilah Pastoral dalam konteks ini berarti sama dengan penggembalaan itu sendiri.Pemahaman yang kedua adalah Pastoral sebagai studi tentang penggembalaan itu sendiri. Pemahaman yang ketiga yaitu istilah pastor dalam konotasi praktisnya berarti merawat atau memelihara. Sikap pastoral harus mewarnai semua sendi pelayanan setiap orang sebagai orang-orang yang sudah di rawat dan diasuh oleh Allah secara sungguh-sungguh.Semua orang adalah orang adalah domba-domba Allah.Maka dalam karya pastoral, hendaklah diingat bahwa kita dipercayakan untuk mengembalakan domba-domba Allah, yakni sesama kita manusia.[1]
Berbicara mengenai pengembalaan, tentu berbagai macam pandangan orang akan hal ini. untuk itu penggembalaan terbagi atas beberapa tipe pada pengertiannya terutama untuk pengertiannya pada masyarakat Kristen Indonesia, beberapa tipe pada pengertiannya Yaitu:
·         Sebagian masyarakat ada yang berpendapat bahwa penggembalaan merupakan pembinaan, yaitu tugas membentuk watak seseorang dan mendidik mereka untuk menjadi murid Kristus yang baik.
·         Ada juga yang memandang penggembalaan sebagai pemberitaan Firman Allah, melalui pertemuan antar pribadi atau dalam kelompok kecil, walaupun juga dapat dilakukan dalam khotbah dan liturgi
·         Ada yang berpendapat, khususnya di lingkungan Katolik, bahwa penggembalaan berarti pelayanan yang berhubungan dengan sakramen
·         Ada yang percaya, khususnya anggota dari kelompok karismatik, bahwa penggembalaan adalah pelayanan penyembuhan, yaitu pelayanan rohani yang mengakibatkan penyembuhan fisik dan lain-lain.
·         Ada yang berpendapat bahwa penggembalaan adalah pelayanan kepada masyarakat, yaitu pelayanan sosial dan pelayanan berjuang melawan ketidakadilan
·         Ada yang melihat penggembalaan sebagai pelayanan di mana manusia yang terlibat dalam interaksi menantikan dan menerimakehadiran dan partisipasi Tuhan Allah.
·         Lalu penggembalaan dapat dianggap juga sebagai konseling pastoral yang menggunakan teknik-teknik khusus yang di pinjam dari ilmu-ilmu manusia, khususnya psikologi.[2]
2.      Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Kekerasan dalam rumah tangga adalah kekerasan yang dilakukan di dalam rumah tangga baik oleh suami maupun oleh istri. Menurut  Pasal 1 UU Nomor 23 tahun  2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), KDRT adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama  perempuan,  yang berakibat timbul nya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.Sebagian besar korban KDRT adalah kaum perempuan (istri) dan pelakunya adalah suami, walaupun ada juga korban justru sebaliknya, atau orang-orang yang tersubordinasi di dalam rumah tangga itu. Pelaku atau korban KDRT adalah orang yangmempunyai hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, perwalian dengan suami, dan anak bahkan pembantu rumah tangga.[3]




3.              Penyebab Terjadinya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Penyebab terjadinya kekerasan dalam rumah tangga dapatdigolongkan menjadi 2(dua) faktor, yaitu: faktor internal dan faktor eksternal.
·         Faktor internal menyangkut kepribadian dari pelakukekerasan yang menyebabkan pelakumudah sekali melakukan tindak kekerasan bila menghadapi situasi yangmenimbulkan kemarahan atau frustasi. Kepribadian yang agresif biasanya dibentuk melalui interaksi dalam keluarga atau dengan lingkungan sosial di masa kanak- kanak. Apabila tindak kekerasan mewarnai kehidupan sebuah keluarga,kemungkinan besar anak-anak mereka akanmengalami hal yang sama setelah mereka menikah nanti. Hal ini disebabkan mereka menganggap bahwa kekerasan merupakan hal yang wajar atau mereka dianggap gagal jikatidak mengulang pola kekerasan tersebut. Perasaan kesal dan marah terhadap orang tua yang selama ini berusaha ditahan, akhirnya akan muncul menjadi tindak kekerasan kepada istri, suami atau anak-anak.
·         Faktor eksternaladalah faktor-faktor diluar diri si pelaku kekerasan.Mereka yang tidak tergolong memiliki tingkah laku agresif dapat melakukan tindak kekerasan bila berhadapan dengan situasi yang menimbulkan frustasi misalnya kesulitan ekonomi yang berkepanjangan,penyelewengan suami atau istri, keterlibatan anak dalam kenakalan remaja atau penyalahgunaan obat terlarang dansebagainya

4.      Bentuk-Bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang terjadi di lingkup rumah tangga
·         Kekerasan fisik: kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.
·         Kekerasan psikis: kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
·         Kekerasan seksual: kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara yang tidak wajar dan/atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
·         Penelantaran rumah tangga: penelantaran rumah tangga meliputi dua tindakan yaitu: 1) orang yang mempunyai kewajiban hukum atau karena persetujuan atau perjanjian memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut dalam lingkup rumah tangga namun tidak melaksanakan kewajiban tersebut. 2) setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam dan di luar rumah tangga sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.
5.      Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga Pada Perempuan
Kekerasan yang dialami perempuan terutama bagi perempuan yang sudah memiliki suami sangat banyak kita jumpai sekarang ini.komnas perempuan menyatakan kekerasan pada perempuan tentu mengalami kerugian dan penderitaan fisik, seksual, maupun psikologinya.Sebagian besar perempuan sering bereaksi pasif dan apatis terhadap tindakan kekerasan yang dialaminya.Ini memantapkan kondisi tersembunyi terjadinya tindak kekerasan pada istri yang diperbuat oleh suaminya. Adapun beberapa dampak yang dialami perempuan akibat kekerasan yang dilakukan suaminya didalam Rumah tangganya, yaitu:
·         Mengalami sakit fisik
·         Tekanan mental
·         Menurunya rasa percaya diri dan harga diri
·         Mengalami rasa idak berdaya
·         Mengalami ketergantungan pada suami yang sudah menyiksanya
·         Mengalami stress pasca trauma
·         Mengalami depresi
·         Dan ada muncul keinginan untuk bunuh diri
Menurut Suryakusuma (1995) efek psikologis penganiayaan bagi banyak perempuan lebih parah dibandingkan efek fisiknya.Rasa takut, cemas, letih, kelainan stress post traumatic, serta gangguan makan dan tidur merupakan reaksi panjang dari tindak kekerasan.Namun, tidak jarang akibat tindak kekerasan terhadap istri juga mengakibatkan kesehatan reproduksi terganggu secara biologis yang pada akhirnya mengakibatkan terganggunya secara sosiologis.

6.      Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga Pada Laki-laki
Dalam hal ini kita dapat melihat bahwa bukan hanya perempuan saja yang mengalami korban dari kekerasan yang ada di dalam rumah tangga.Dalam UUD No.23 Tahun 2004 sangat bersifat diskriminasi seolah-olahya perempuan lah yang menjadi korban dari kekerasan dalam rumah tangga itu.Kekerasan dalam Rumah tangga dapat menimpa siapa saja baik itu perempuan maupun laki-laki.Banyak orang yangberasumsi bahwa laki-laki secara fisik lebih kuat daripada perempuan. Sehingga, apabila suatu saat hal tersebut terjadi (kekerasan terhadap suami) sang suami bukannya mendapat motivasi atau dukungan moril dari orang terdekatnya tapi justru malah suami mendapat tekanan tambahan dari orang-orang sekelilingnya yang menganggapnya sebagai laki-laki pengecut, cupu (baca; culun punya), lemah di hadapan perempuan, tidak mampu mengendalikan istri dan sebagainya.
Mungkin bagi sebagian besar masyarakat kita menilai salah satu komedi situasi suami-suami takut istri (SSTI) yang ditayangkan di sebuah televisi hanyalah sebuah lelucon konyol untuk menghilangkan sejenak beban pikiran dan penat selepas beraktivitas penuh seharian.Namun, apabila dicermati dan dikritisi lebih lanjut sebenarnya situasi yang sedang digambarkan dalam komedi tersebut telah memenuhi unsur-unsur kekerasan dalam rumah tangga terhadap suami.Seperti kekerasan fisik, psikis, penelantaran rumah tangga.Jadi, sebetulnya kita tidak dapat menafikkan kenyataan tersebut benar-benar terjadi dalam kehidupan kita sehari-hari.Apa yang terjadi di kalangan selebritas mungkin dapat dijadikan contoh mudah yang sering kita lihat di televisi. Karena, seandainya saja kita mau jujur banyak juga terjadi suami-suami yang mengalami tekanan psikis di zaman sulit seperti sekarang ini.
Sebagai ilustrasi suami yang sudah mengalami tekanan kerja di kantor dari atasan karena tidak mencapai target pekerjaan yang direncanakan harus menghadapi kenyataan sesampainya di rumah mendapati kata-kata pedas dari istri karena tidak membawa pulang uang sejumlah yang di harapkan. Yang perlu diingat adalah bahwa Pasal 2 ayat (1) UUKDRT menyebutkan suami sebagai salah satu pihak yang termasuk dalam lingkup keluarga dan sepatutnya juga mendapat perlindungan apabila menjadi objek kekerasan dalam rumah tangga.


7.      Dampak Kekerasan Dalam Rumah Tangga Pada Anak
Anak-anak yang tinggal dalam lingkup keluarga yang mengalami KDRT memiliki resiko yang tinggi untuk mengalami penelantaran, menjadi korban penganiayaan secara langsung, dan juga resiko untuk kehilangan orang tua mereka.Pengalaman menyaksikan, mendengar, mengalami kekerasan dalam lingkup keluarga dapat menimbulkan banyak pengaruh negatif pada keamanan dan stabilitas hidup serta kesejahteraan anak.Dalam hal ini anak menjadi korban secara tidak langsung. Menurut Bair-Merritt, Blackstone & Feudtner, anak yang melihat perilaku kekerasan setiap hari di dalam rumah dapatmengalami gangguan fisik, mental dan emosional. Gangguan emosional dapat dimanifestasikan dalam bentuk peningkatan perilaku agresif, kemarahan, kekerasan, perilaku menentang dan ketidakpatuhan serta juga timbulnya gangguan emosional dalam diri anak seperti: rasa takut yang berlebihan, kecemasan, relasi buruk dengan saudara kandung atau teman bahkan hubungan dengan orangtua serta mengakibatkan penurunan self esteem(harga diri)pada anak.
Problem personalanak juga terganggu dan hal tersebut mempengaruhi kemampuan kognitif dan sikap.Hal ini dapat terlihat dari menurunnya prestasi anak di sekolah, terbatasnya kemampuan korban, dan kecenderungan sikap anak untuk melakukan tindak kekerasan. Dutton menyimpulkan bahwa trauma masa kecil mengarahkan pada pengembangan gejala trauma kronis pada saat anak beranjak dewasa, hal ini akan meningkatkan resiko mereka untuk menyerang pasangan dalam hubungan mereka. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kerig (1999) yang dilakukan pada anak laki-laki dan perempuan adalah anaklaki-laki yang tumbuh dalam keluarga yang mengalami kekerasan memiliki resiko tiga kali lipat menjadi pelaku kekerasan terhadap istri dan keluarga mereka di masa yang akan datang sedangkan pada anak perempuan akan menjadi perempuan yang pasif dan cenderung untuk menjadi korban dalam kekerasan di dalam keluarga sedangkan penelitian longitudinal yang dilakukan oleh Daugvergne dan Johnson di tahun 2001 menjelaskan bahwa anak-anak saksi KDRT akan mengembangkan persepsi yang salah tentang kekerasan, yaitu mereka akan menganggap bahwa kekerasan adalah cara yang efektif untuk menyelesaikan permaslahan yang sedang terjadi.

8.      Pandangan dan Peran Agama Kristen tentang KDRT
            KDRT dari sudutpandang Etika KristenJika dihubungkan dengan ajaran Etika Kristen,tentang KDRT tidak ada ditemukan. Di dalam Alkitab Perjanjian Baru.Akan tetapi banyak kita bacatentang ajaran yang berhubungan dengan rumah tangga Kristen yang mengutamakan KASIH, Maka dapat kita lihat bahwa Alkitab banyak sekali mengajarkan kepada setiapkeluarga tentang tindakan preventif (pencegahan) agar sebuah rumah tangga hidupdalam damai sejahtera penuh dengan Kasih Kristus.Masalah yang paling besar dalam keluarga ialah bagaimana menjalani hidupbahagia dengan suami yang kasar dan sukar dimengerti, atau suami bertitel sedangkan istri tidak berpendidikan, atau istri cantik sedangkan suami jelek, atau istri muda beliasedangkan suami lanjut usia atau istri keturunan orangkaya sedangkan suami hanya seorang supir bis dan sebagainya. Perbedaan-perbedaan semacam ini seringkali menjadi pemicuterjadinya KDRT.Untuk itu cara mengatasi permasalahan tersebut, menurut Pendeta YacobNahuway yaitu dengan satu-satunya adalah KASIH, karena dengan KASIHakan membuahi 4 (empat) pokok penyelesaian yaitu :
1. Kasih membuat kita melihat setiap orang dalam keluarga adalah orang-orangpenting dan istimewa.
2. Kasih membuat kita melihat apa yang menjadi prioritas di dalam keluarga.
3. Kasih itu tidak sombong, karena kesombongan pribadi menghancurkan keluarga.
4. Kasih membuat kita rela mengorbankan apa saja demi keluarga bahagia.
Dalam hal ini gereja juga ikut berperan dalam menangani KDRT sebagai contoh dimana kita dapat melihat dari studi kasus yang terjadi di GKI (Gereja Kristen Indonesia).Dimanasecara program kerja tidakmemiliki program tentang penanggulangan KDRT.Namun demikian, apabila terjadi persitiwa KDRT dan mereka melapor kepada gereja seperti gereja GKI, maka GKI telah memiliki sistem-sistem terpadu yangberbasis komunitas antar jemaat di wilayah wilayah jemaat GKI tinggal. KDRT pada jemaat GKI secara umum ditangani oleh kelompok komunitas gereja. Namun apabilaKDRT dinilai cukup berat dan tidak bisa diselesaikan maka kasus tersebut ditangani oleh pendeta..
Masalah KDRT yang pernah ditangani rohaniwan GKI mulai dari kekerasan fisik sampai dengan kekerasan non fisik.Contoh KDRT yang perah dialami oleh jemaat GKIadalah perkosaan terhadap pasangan sendiri, pemukulan dan lain-lain. SedangakanKDRT yang bersifat non fisik berupa penelantaran, dan perkataan kasar pasangan.Namun demikian intensitas KDRT yang dialami oleh jemaat GKI dan dilaporkan padapihak gereja terbilang sangat jarang.Dalam agama Kristen tidak dikenal istilah perceraian. Oleh karena itu pendeta akansemaksimal mungkin berusaha melakukan mediasi dan proses perdamaian kepadapihak-pihak bermasalah. Namun apabila pasangan bermasalah bersikeras untukberpisah maka pendeta mempersialakan pasangan bermasalah untuk mencari jalansendiri diluar agama kristen.

9.              Peran Teologi Pastoral Dalam Mengatasi Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

            Teologi pastoral merupakan suatu jawaban atas tindak kekerasan dalam rumah tangga dikarenkan teologi pastoral mampu memberi topangan, bimbingan, pendamaian dan penggembalaan dalam permasalahan hidup yang dialami oleh manusia terkhusus masyarakat Kristen pada umumnya.Kebutuhan akan pelayanan teologi pastoral ini sangat dirasakan umat kristiani dan dirasakan sangat penting pada saat terjadi krisis kehidupan terutama krisis hidup berumah tangga yang dialami oleh anggota Jemaat, baik secara pribadi maupun dalam kehidupan sosial. Kita dapat mencermati tentang meningkatnya trend kekerasan di hampir segala bidang kehidupan. Persoalan Rumah Tangga yang tidak dapat diselesaikan dengan bijaksana hampir selalu bermuara pada kekerasan, baik secara fisik (misalnya: pembunuhan, penganiayaan, dan sebagainya) maupun non-fisik (misalnya: berupa tekanan-tekanan, stigma, perlakuan tidak adil, dan sebagainya). Bahkan belakangan muncul juga ‘trend’ baru, utamanya bagi mereka yang tidak dapat menyikapi masa-masa sulit tersebut dengan bijaksana, yaitu tindakan bunuh diri ataupun membunuh orang lain.
            Berangkat dari latar belakang situasi dan kondisi tersebut, maka peranan pelayanan Teologi pastoral, adalah bagaiman upaya pendampingan yang bersifat membimbing dan memperbaiki (reparative), serta membawa pemulihan dan kesembuhan (psikoterapi) dalam konflik dan penderitaan yang paling dalam, yang menghalang-halangi pertumbuhan kepribadian, spiritualitas dan karakter keluarga baik itu yang terkena pada perempuan atau laki-laki bahkan pada anak.para Teologi Pastoral perlu membekali diri dengan prinsip-prinsip dasar seorang teolog  dan berbagai pendekatan yang dapat dikembangkan dalam teologi pastoral agar dapat membantu orang-orang yang menghadapi masalah-masalah mereka secara konstruktif, dengan mengambil keputusan-keputusan yang sungguh-sungguh dapat dipertanggung-jawabkan, dan memperbaiki sikap dan perilaku mereka yang cenderung melukai diri sendiri dan orang lain. Oleh karena itu, para Teologi pastoral dapat membantu anggota keluarga untuk secara jujur dan terbuka mengungkapkan perasaan-perasaan dan sikap-sikap yang mereka alami.
            Dengan mengungkapkan perasaan-perasaan dan sikap-sikap batin mereka, maka secara bertahap anggota keluarga yang mengalami Kekerasan atau yang telah melakukan Kekerasan dapat memandang kehidupannya secara positif dan konstruktif, menuju kematangan dan kedewasaan emosional dan spiritual melalui perjumpaannya dengan Allah dalam Kristus sehingga permasalahan apa pun yang dihadapi, tidak menghalangi pertumbuhan iman mereka karena fungsi pelayanan Teologi pastoral dalam kekerasan yang dialami keluarga, yaitu:
·         menyembuhkan (healing)
·         mendukung (sustaining)
·         membimbing (guiding)
·         mendamaikan (reconciling)
·         dan memelihara (nurturing) kehidupan.
Sebab itu pendekatan secara holistik dalam penggembalaan dan Teologi pastoral sangat dibutuhkan, karena anggota Keluarga sebagai seorang individu pasti memiliki kekuatan-kekuatan dan kekayaan yang masih belum ditemukan dan dikembangkan dalam hidupnya.
Dengan demikian seorang  Teologi patoral sangat diharapkan dapat memahami kebutuhan yang mendasar dari setiap orang akan kasih, sehingga dapat membimbing anggota Jemaat dari rasa bersalah, keterasingan dari orang-orang yang dikasihinya, dan dari keputus-asaan mereka, agar mereka dapat memahami makna kasih dan pengampunan melalui iman dan kasih kepada Allah di dalam Yesus Kristus. Di sinilah letak pentingnya pembacaan Alkitab, pemberitaan Firman Tuhan, doa dan berkat dalam Teologi pastoral. Kesadaran Alkitab tentang kefanaan, dosa dan kehancuran keluarga, dapat membuat teolog tetap berupaya secara optimal sebagai penyembuh dan pendorong pertumbuhan. Sehingga seorang teolog pastoral mampu menghadirkan beberapa hal didalam keluarga, yaitu:
·                  Saling menasehati
·                  Saling menghibur
·                   Saling membela
·                  Sabar seorang terhadap yang lain
·                  Saling mengampuni
·                  Saling berbuat baik
·                   Ciptakan suasana sukacita dalam keluarga





BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
                Jika kita pantau dengan cermat dan terjun langsung  kelapangan disana kita dapat melihat bahwa kekerasan dalam Rumah tangga tidak lagi hanya terkena kepada perempuan saja atau bisa dikatakan bahwa laki-laki adalah penyebab dari kekerasan dalam rumah tangga tersebut.  Jika kita melihat secara seksama bahwasanya kekerasan dalam rumah tangga untuk sekarang ini sudah terjadi kepada laki-laki atau perempuan bahkan juga dampaknya sudah menjalar kepada anak-anak dalam rumah tangga tersebut. Memang terkadang  kita merasa aneh jika laki-laki adalah korban dari KDRT dan mungkin sangat jarang kita temui bahwa laki-laki adalah korban KDRT tersebut.  Banyak laki-laki malu untuk menceritakan kekerasan yang  telah mereka alami  dikarenakan  laki-laki takut dikucilkan dengan alasan mengapa laki-laki takut kepada istri?. Untuk itu dari sini peran teologi pastoral sangat besar dan teologi pastoral mampu masuk dan menghadirkan suasana damai dalam keluarga. Agar kiranya keegoisan yang ada kepada pihak laki-laki maupun perempuan teredahkan dengan baik dan mereka sadar bahwa apa yang telah mereka lakukan adalah salah dan tidak baik bagi rumah tangga dan terkhusus untuk anak-anak mereka.



[1]AART VAN BEEK.Pendamping Pastoral. (Jakarta: Bpk Gunung Mulia, 2014). Hlm
10
[2]AART VAN BEEK.Pendamping Pastoral. (Jakarta: Bpk Gunung Mulia, 2014). Hlm
11
[3]https://www.academia.edu/5547321/Tugas_Agama_Kristen_Tentang_KDRT

Comments