GEREJA SETAN
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Abad 21 adalah salah satu abad yang menantang
pemikiran manusia terutama dalam memahami dan menjelaskan hal-hal yang
berhubungan dengan Allah. Mengapa? Salah satu ciri dalam abad ini adalah
pencapaian yang luar biasa dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, sedemikian
rupa sehingga orang menjadi lebih bergantung pada semua pencapaian tersebut
yang nyata-nyata menolong dan meningkatkan efektifitas bahkan kualitas hidup.
Teknologi seolah-olah telah menjadi jawaban bagi semua kebutuhan manusia
modern. Ruang dan waktu tidak lagi menjadi batasan antar manusia untuk saling
membangun hubungan. Informasi bergerak dengan cepat melalui sambungan internet.
Dunia yangs emual tersekat oleh politik, budaya dan batas teritorial berubah menjadi
global dan menyatu dalam gerak dinamis teknologi yang semakin merasuk di dalam
segala aspek kehidupan manusia. Perkembangan tersebut memperlihatkan tanggap
positif di satu sisi selama teknologi itu digunakan untuk mempermudah kehidupan
manusia. Tetapi tanggap negatif akan muncul manakala semua kemajuan tersebut,
ternyata berbalik menjadikan manusia sebagai objeknya, tersandera oleh hasil
pikirannya sendiri melalui sejumlah produk teknologi dan justru mereduksi makna
Allah yang transenden.
Salah satu contohnya adalah, kecenderungan manusia
untuk semakin berpikir praktis (pragmatisme), berorientasi pada pengetahuan
atau akalnya (rasionalisme) dan meringkas berbagai kerumitan, proses
tradisional yang rumit dan bertele-tele, dalam sebuah shortcut teknologi
sehingga bukan saja tenaga dan waktu yang di hemat, melainkan efektifitas dan
efisiensi, termasuk didalamnya urusan modal dan sumber daya manusia. Orientasi
manusia berubah karena mengarah pada hal-hal yang bisa dibuktikan, melibatkan
pengalaman dan hasil pengamatan yang otentik (empirisme). Berdasarkan hal
tersebut di atas, maka dua aliran filsafat yang pernah muncul di abad
pertengahan (rasionalisme dan empirisme) dan satu aliran filsafat abad sembilan
belas (pragmatisme), seolah kembali mendapat tempat di dalam berbagai aspek
kehidupan bermasyarakat. Inilah yang kelak membentuk kecenderungan baru teologi
abad ke-21 yang berusaha menyingkirkan Tuhan dari panggung aktifitas manusia
dan membawa. Perkembangan agama Kristen selanjutnya tentu tidak terlepas dari
peran serta orang Indonesia yang beragama Kristen. Jerih payah mereka penting
untuk diperhitungkan. Mereka yang pergi keluar negeri untuk melanjutkan studi
baik pendidikan sekuler maupun pendidikan teologi ikut ambil bagian dalam misi
pemberitaan Injil ini. Tak terkecuali mereka yang bekerja selama beberapa tahun
di luar negeri. Ketika mereka kembali sebagian besar terpengaruh dengan kehidupan
di sana serta membawa aliran dan denominasi gereja baru. Perkembangan kekristenan
tidak terlepas dari jerih lelah orang-orang Kristen terdahulu. Kita perlu belajar
dari semangat mereka serta memberikan apresiasi atas perjuangannya dalam
memberitakan Injil. Tuhan Yesus sangat
mengharapkan agar semua orang mendengar kabar sukacita dari-Nya dan mereka
beroleh keselamatan kekal.
BAB II
Perkembangan Gereja
Abad 21
. Aliran Lutheran
Cikal bakal agama Kristen Protestan tentu tidak terlepas
dari reformasi Marthin Luther yang puncaknya tanggal 31 Oktober 1517. Kendati
dia lahir dari keluarga sederhana tanggal 10 Nopember 1483 di Eisleben, namun semangatnya
dalam memperbaharui sistem pelayanan gereja tidak pernah pudar. Reformasi ini
berawal di Witten- Gereja Pecah berg-Jerman pada saat Yohanes Tetzel menjual
surat pengampunan dosa atas perintah Paus Leo X di Roma. Reformasi yang
dilakukannya tidak bertujuan merusak gereja, melainkan untuk mengingatkan Paus
agar kembali menerapkan praktek-praktek pelayanan gerejawi sesuai dengan
Alkitab. Dalam pergumulan dan perjuangan
yang cukup lama membuat Luther akhirnya dikeluarkan dari jabatannya sebagai
imam di GKR. Namun dia terus menyuarakan kebenaran yang diyakininya berdasarkan
Alkitab. Akibat reformasinya sebagian jemaat dari GKR memisahkan diri kemudian mengikutnya.
Kehadiran Luther di tengah-tengah mereka menjadi sumber inspirasi untuk membangun
sebuah paradigma baru. Para pengikut Luther pada akhirnya disebut aliran
Lutheran. Setelah peristiwa reformasi dan teristimewa ketika Luther meninggal
dunia tanggal 18 Februari 1546, maka agama
Kristen Protestan terpecah-pecah dalam berbagai aliran dan denominasi gereja
sampai saat ini. Memang sebuah pekerjaan yang sulit untuk menentukan secara pasti
gereja yang beraliran Lutheran secara murni. Walaupun demikian, setidaknya
melalui The Lutheran World Federation (LWF) yang berdiri tahun 1947 dan Rheinische
Missions Gesellschaft (RMG) yaitu lembaga pekabaran Injil yang ditangani oleh
aliran Lutheran dan Calvinis dapat memberikan petunjuk ciri khas aliran ini.
Beberapa gereja yang menyebut dirinya beraliran Lutheran sekaligus Calvinis,
antara lain: HKBP, GKPS. GPKB, GKPI,
HKI, GKLI, GKPA, GKPM, BNKP, ONKP, AMIN,
dan sebagainya. [1]
Reformasi Marthin Luther merupakan awal perpecahan
gereja di seluruh dunia. Aliran Lutheran hasil perpecahan dari Gereja Katolik
Roma. Beberapa pokok ajaran gereja yang
beraliran Lutheran secara umum, yaitu:
A. Berdasarkan
pada sola scriptura (hanya oleh Firman Allah), sola gratia (hanya oleh
Anugerah), dan sola fide (hanya oleh Iman).
B. Sakramen
terdiri atas dua bagian yaitu Baptisan Kudus dan Perjamuan Kudus. Baptisan
kudus setara dengan sunat. Baptisan dilakukan secarapercik bagi anak-anak atau
orang dewasa yang baru percaya. Perjamuan kudus disebut konsubstansiasi yaitu
pada saat makan roti dan minumanggur maka hakikat tubuh dan darah Kristushadir
dalam diri kita secara nyata.
C. Jabatan
gereja ditetapkan oleh Allah sebagai pelaksana fungsi pelayanan Firman dan Sakramen
Dalam hal ini pendeta melaksanakan tugas pengajaran dan penggembalaan yang dibantu
oleh penatua, sedangkan diaken untuk pelayanan sosial.
D. Suasana
ibadah biasanya dilengkapi dengan lilin dan salib di altar. Khotbah menjadi
pusat ibadah.
Nyanyian dan musik pada umumnya
memakai musik Gregorian dan Kidung Jemaat. Namun saat ini puji-pujian dalam
gereja ini sudah banyak mengalami perubahan dan percampuran dengan musik
kontemporer lainnya.
Aliran
Calvinis
Aliran Calvinis dipelopori oleh Johannes Calvin
(Jean Cauvin) yang lahir di Noyon-Perancis Utara tanggal 10 Juli 1509. Gerakan
reformasi diawali di Perancis tahun 1534 kendati dia sendiri sebagai anggota
GKR. Pengaruh Calvin terlihat dalam perdebatan konfesional gerejawi sepanjang abad
ke-17, sehingga tradisi ini kemudian dikenal sebagai Calvinisme. Calvinisme
adalah sebuah sistem teolog teologis dengan pendekatan kepada kehidupan orang
Kristen yang menekankan kedaulatan pemerintahan Allah atas segala sesuatu. Kedaulatan Allah merupakan kunci penting
dalam kehidupan orang Kristen. Allah yang memanggil dan memilih setiap orang
untuk percaya kepadaNya. Aliran Calvinis mulai berkembang melalui penginjilan
para misionaris abad ke-19 dan 20 di Jerman, Belanda, Amerika, Korea, Negeria,
dan termasuk Indonesia yang sering disebut gereja Reformed[2].
Memang jarang kita menemukan gereja dengan nama Calvinis, tetapi beberapa gereja
yang bercirikan Calvinisme atau dipengaruhi oleh paham Calvin telah berkembang
di seluruh wilayah Indonesia. Untuk
mengetahui secara pasti aliran ini harus didasarkan pada pengakuan pemimpin
gereja tersebut. Umumnya gereja ini tidak menggunakan nama Calvin dan juga tidak
menganut paham Calvin secara murni. Pokok ajaran Calvin tidak jauh berbeda
dengan Luther. Kedua tokoh gereja ini saling melengkapi satu sama lainnya.
Mereka memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Sebagian besar
Calvin melengkapi dan memperbaharui ajaran Luther yang masih dipengaruhi oleh
latar belakang kehidupan biarawan di dalam Gereja Katolik Roma pada waktu itu.
Pokok ajarannya dapat ditelusuri dalam buku Institutio, yaitu:
A. Alkitab
adalah Firman Allah yang satu-satunya sumber ajaran gereja yang benar (sola
scriptura).
B. Keselamatan
diperoleh hanya karena kasih karunia Allah (sola gratia) melalui iman kepada Yesus
Kristus (sola fide).
C. Predestinasi
adalah karya pemilihan Allah atas orang-orang berdosa berdasarkan anugerah-Nya yang
tak terbatas.
D. Hukum
Taurat memiliki 3 fungsi utama, yaitu: menyatakan kehendak Allah, menyadarkan manusia
atas dosanya, dan pedoman bagi manusia yang sudah dibenarkan untuk mengatur kehidupannya
agar sesuai keteologis dengan pendekatan kepada kehidupan orang Kristen yang menekankan
kedaulatan pemerintahan Allah atas segala sesuatu.
E. Gereja
adalah persekutuan orang yang sudah diselamatkan oleh kasih karunia Allah di
dalam Yesus Kristus, sehingga pemberitaan Firman Allah dan pelayanan sakramen
harus dilakukan dengan benar.
F. Jabatan
gereja terdiri atas empat, yaitu: pendeta (gembala), guru, penatua, dan diaken.
G. Sakramen
baptisan kudus dilayankan dalam ibadah jemaat secara percik. Baptisan sebagai simbol
keikutsertaan seseorang dalam kematian dan kebangkitan Kristus. Baptisan tidak
menyelamatkan serta bukan syarat untuk memperoleh keselamatan.
H. Sakramen
perjamuan kudus merupakan tanda yang ditetapkan oleh Allah untuk mengingat karya
pengorbanan Kristus di kayu salib. Pada
saat perjamuan kudus roti dan anggur tidak berubah bentuknya, tetapi sebaga
simbol dari tubuh dan darah Yesus Kristus.
I. Puji-pujian
yang dipakai di gereja Calvinis adalah nyanyian Mazmur. Mazmur dipahami sebagai
nyanyian yang paling layak untuk memuji Allah karena terdapat dalam Alkitab dan
ciptaan Roh Kudus yang ditulis oleh para hamba-hamba-Nya.
Secara singkat pokok ajaran Calvin yang paling
populer yaitu doktrin rahmat sebagaimana diuraikan Baan (2009) dengan singkatan
TULIP: Total depravity yaitu kerusakan total, Unconditional election yaitu
Kedaulatan Allah merupakan kunci penting dalam kehidupan orang Kristen. Allah
yang memanggil dan memilih setiap orang untuk percaya kepadaNya. lihan tanpa
syarat, Limited atonement yaitu penebusan terbatas, Irresistible grace yaitu
anugerah yang tidak dapat ditolak, dan Perseverance of the saints yaitu
ketekunan orang-orang kudus.
Dengan melihat sejumlah pokok ajaran di atas maka
gereja yang beraliran Calvinis yaitu: GKPB, GPIB, GMIT, GKI, GPM, dan
sebagainya. Kendati belum sepenuhnya menerapkan paham Calvin dalam setiap aspek
pelayanannya. Berdasarkan pengamatan menunjukkan bahwa sebagian besar gereja Calvinis
justru masih mengadopsi ajaran dari gereja lain, yang sebelumnya sangat bertentangan
dengan Calvin itu sendiri.
Aliran Anglican
Aliran Anglican atau Church of England merupakan salah satu bukti bahwa orang Inggris
pernah menjajah suatu wilayah
tertentu di dunia. Perkembangan aliran ini
terasa pada saat kepemimpinan raja Henry VIII (15091547) di Inggris. Dia memisahkan diri dari Gereja Katolik Roma sekitar tahun 1533 karena konflik
dengan Paus Clemens di Roma. Raja
Henry meminta untuk bercerai dengan
istrinya Catharina dari Aragon yaitu putri Spanyol dengan alasan belum memiliki anak laki-laki dari pernikahannya. Kemudian meminta kepada Paus agar
diijinkan untuk menikahi pembantunya yang bernama Anne Boleyn. Tentupermintaan
ini tidak dikabulkan oleh Paus karena bertentangan dengan Alkitab.[3]
Dalam pendangan Aritonang (2000:86) menegaskan ada
tiga faktor mendasar yang memicu pemisahan dari Gereja Katolik Roma ke aliran
Anglican, yaitu: pertama, hasrat raja untuk mendapatkan anak laki-laki untuk mewarisi
tahta; kedua, tumbuhnya perasaan nasionalisme dan anti-klerikalisme; ketiga,
meluasnya gagasan-gagasan Luther. Dari penegaskan ini membuktikan bahwa akibat pengaruh
kekuasaan, kepentingan pribadi, dan tujuanpopularitas menjadi pemicu perpecahan
gereja. Munculnya aliran ini disebabkan
oleh keinginan raja Henry VIIImendapatkan anak lakilaki untuk mewarisi
tahtanya. Perceraian merupakan jalan yang harus ditempuh untuk mencapai sebuah keinginannya.
Aliran Anglican di Indonesia secara resmi berdiri pada tahun 1829 dengan nama British Protestant
Community at Jakarta di Jalan Arif Rahman Hakim sekitar tugu Pak Tani Jakarta
Pusat. Hal ini terwujud melalui London Missionary Society (LMS) yang mengutus
Pdt. W.H. Medhurst pada Januari 1822 yang berlatar belakang gereja
Presbyterian. Selanjutnya Pdt. J.R. Denyes dari Gereja Methodist Episcopal Amerika
pada tahun 1905-1907 ikut mengambil bagian dalam memajukan aliran ini, dan
sebagainya. Selain di Jakarta ternyata aliran ini berkembang di Surabaya yang sebagian
besar anggotanya orang Inggris. Kehadirannya diawali pada sebuah yayasan The
Congregation of British Protestans of East Java pada tahun 1928. Dengan kegigihan dan perjuangan jemaat maka
yayasan ini berhasil membangun gedung gereja pada bulan Mei 1931 yang bernama
Christ Church. Pada dasarnya aliran ini sangat kompromi dengan berbagai aliran
dan denominasi gereja yang ada di Indonesia maupun diluar negeri. Untuk bisa
membedakan aliran ini maka perlu kita melihat beberapa pokok ajaran yang
menjadi ciri khasnya, yaitu: a) Otoritas di dalam gereja terdiri dari 3 unsur, yakni:
Alkitab, tradisi, dan akal budi. b) Inkarnasi yaitu Allah menjadi manusia di
dalam Yesus Kristus. Inkarnasi ini dipahami dalam pokok penting, yaitu:
pertama, sekalipun manusia tidak berdosa, namun Allah tetap berinkarnasi di
dalam Yesus Kristus; kedua, dosa ada
karena pemberontakan manusia kepada
Allah; ketiga, gereja harus terbuka terhadap seluruh pengalaman karena yang baik
dan jahat menjadi sumber pemahaman diri
kita di hadapan Allah. C) Sakramen terdiri atas perjamuan kudus dan baptisan
kudus. Selain itu upacara gerejawi yang mengandung nilai sakramental (bukan sakramen)
yakni peneguhan sidi, pengakuan dosa, ucapara penahbisan, upacara pernikahan, dan
perminyakan orang sakit. Anak-anak yang meninggal sebelum dibaptis tidak
mendapat hukuman dari Allah. Baptisan dilakukan secara percik ataupun selam
serta menambahkan nama baptis dibelakang namanya yang disaksikan oleh bapa dan ibu
seraninya.
D. Aliran
Mennonit
Aliran
Mennonit dimulai oleh seorang Pastor dari Gereja Katolik Roma yang bernama
Menno Simons. Dia dilahirkan di kota Witmarsum di Friesland Belanda tahun 1496
dan meninggal pada 31 Januari 1561. Aliran ini dapat digolongkan dalam kelompok
gereja Anabaptis yang menolak baptisan anak-anak dan hanya mengakui baptisan
percik dewasa. Perlu disadari bahwa aliran ini sebagai perpecahan dari aliran
gereja Anabaptis yang ada di Swiss dan Jerman. Berkembangnya aliran Menonit
adalah jawaban atas kekecewaan para pengikutnya terhadap reformasi yang telah
dilakukan oleh Luther di Jerman, Calvin di Perancis, dan Zwingli di Swiss yang
kurang radikal. [4]Ditambah
lagi sikap Jan Matthijs dan pengikutnya dari aliran Anabaptis di Belanda yang
memaksa masyarakat untuk menjadi pengikutnya dengan cara kekerasan serta
ancaman senjata pada saat itu. Jemaat yang tidak setuju dengan paham Anabaptis
keluar menjadi pengikut Menonit. Sepintas terlihat aliran ini sebuah gerakan
reformasi yang menuju demokrasi radikal. Mereka menganut garis moderat yang
anti terhadap kekerasan seperti perang, perceraian, poligami, perkelahian, dan
sebagainya.
Pemahaman mereka tentang demokrasi
radikal yaitu setiap insan manusia tidak diperkenankan menyakiti menghakimi,
dan menganggap diri lebih baik dari insan yang lain di dunia. Bisa dikatakan
aliran ini lebih menekankan pada persamaan hak di hadapan Tuhan. Setiap anggota
jemaatnya tidak diperbolehkan menjadi pejabat kemiliteran, kepolisian, hakim,
atau bidangbidang lain yang bernuansa kekerasan dan penindasan. Anggotanya
selalu dianjurkan untuk berbuat baik dengan berpedoman pada khotbah Tuhan Yesus
yaitu “Khotbah diBukit”. Dalam menjalankan ajarannya selalu menggunakan demokrasi
radikal. Menurut Mouffe (1984:143) sebagai pewaris Althusser serta
membandingkannya dengan teori hegemoni Gramsci menjelaskan bahwa demokrasi
radikal bertujuan untuk menciptakan suatu masyarakat di mana semua orang, apa pun jenis kelaminnya, ras,
dan posisi ekonomis, akan berada pada situasi efektif kesetaraan dan
partisipasi di mana tidak ada basis bagi diskriminasi. Jadi, persamaan derajat
dan hak hidup bagi manusia menjadi prioritas utama dalam aliran Menonit.
Kekerasan dan penindasan bukanlah ciri khas sebuah gereja. Perbuatan
baik menjadi kunci sukses dan identitas orang Kristen yang benar. Kehadiran orang
Kristen membawa suasana kedamaian dan ketentraman. Aliran Menonit menolak
kekerasan dan diskriminasi, tetapi di
sisi lain mereka konflik dengan Luther, Calvin, dan Anabaptis. Yang paling
menonjol yaitu adanya perubahan konsep dan logika berpikir tentang pelaksanaan baptisan
kudus. Baptisan dilayankan bagi orang dewasa secara percik. Selain dewasa
secara jasmani juga harus dewasa secara rohani. Seseorang yang dewasa secara jasmani
belum tentu dewasa secara rohani. Dewasa secara rohani berarti sungguh-sungguh
menerima panggilan pertobatan, hidup baru, dan berperilaku sesuai kehendak
Allah. Walaupun baptisan percik dewasa dilaksanakan di gereja ini, namun mereka
tidak menggunakan istilah sakramen baptisan melainkan penetapan baptisan. Pemakaian
istilah ini menunjukkan bukan hanya pendeta yang berhak melayankan upacara-upacara
gerejawi, tetapi anggota jemaat pun bisa melaksanakannya. Oleh sebab itu, sifat sakramental dari setiap
upacara gerejawi ditiadakan. Beberapa ketetapan yang patut dilaksanakan oleh
aliran ini menurut Aritonang (2000:121-122) yaitu: Baptisan, komuni (perjamuan
kudus), pembasuhan kaki, kecupan suci, pengurapan (peminyakan), kerudung (bagi wanita)
pada kebaktian, perkawinan, dan penumpangan tangan pada penahbisan. Akibat
doktrin yang berbeda maka mereka dicap sebagai aliran sesat. Pemerintah maupun
masyarakat yang tidak sepaham akan menindas dan mengusir mereka di wilayah tersebut. Di balik penderitaan yang
mereka alami, justru semakin bersemangat
untuk memberitakan ajarannya sambil mengungsi ke beberapa negara selain Belanda
yaitu Rusia, Amerika, Canada, Mexico, Indonesia, dan beberapa negara yang
memungkinkan untuk menerimanya. Gereja ini hampir semuanya tidak memakai nama Mennonit.
Awalnya mereka disebut sebagai kelompok “Taufgesinnt” yang berarti kelompok
orang yang melaksanakan pembaptisan dewasa secara percik. Aliran ini di Belanda
memakai nama Doopsgezinden, Ethiopia dikenal dengan Meserete Kristos yang
berarti dasar yang diletakkan Kristus, dan di Indonesia memakai nama gereja sesuai
daerah dan budaya dimana berkembangnya aliran tersebut. Perkembangannya di Indonesia
dimulai dari desa Cumbring Jepara. Pernah
ada di Sumatera Barat dan Utara pada
tahun 1830, namun mengalami kemunduran karena berada di bawah jajahan kolonial
Hindia-Belanda pada waktu itu. Pada tanggal 16 Maret 1854 dilaksanakan pembaptisan
pertama terhadap 5 orang di desa Cumbring oleh Zendeling Pieter Jansz. Beberapa
tahun kemudian aliran ini berkembang secara signifikan dengan membentuk tiga sinode
besar, yaitu: Gereja Kristen Muria Indonesia
(GKMI), Gereja Injili di Tanah Jawa (GITJ), dan Jemaat Kristen Indonesia (JKI).
E. Aliran Baptis
Aliran Baptis muncul sekitar awal abad ke-16 setelah
reformasi Luther. Kehadiran aliran ini
erat hubungannya dengan gerakan Anabaptis yaitu aliran yang membaptis ulang
orang Kristen secara selam kendati sudah pernah dibaptis secara percik pada
saat masih bayi ataupun dewasa. Pada waktu itu Smyth dan rekan-rekannya ditindas
oleh pemerintah Inggris karena dianggap sebagai pembawa aliran sesat dalam
gereja dan Negara. Mereka mengungsi ke Belanda dan bergabung dengan aliran Mennonit
pada tahun 1607. Jadi, aliran ini dipelopori oleh John Smyth yang berasal dari
gereja Anglican di Inggris. Kemudian pada tahun 1609 Smyth dan rekanrekannya kembali
menerima baptisan selam (baptisan ulang) di Belanda. Peristiwa pembaptisan ulang
inilah menjadi cikal bakal terbentuknya jemaat Baptis Inggris yang pertama di
Amsterdam. Awalnya mereka berkomitmen tinggal
di Belanda, tetapi beberapa penduduk di sana menolaknya. Pada akhirnya mereka
kembali ke Inggris mendirikan aliran Baptis pertama pada tahun 1912. Perkembangan
aliran Baptis di luar negeri terjadi tahun 1640 pada masa pemerintahan Oliver
Cromwell. Keberadaannya di Indonesia melalui pelayanan dan penginjilan Jabez
Carey di Maluku pada tahun 1814. Penginjilan Carey hanya sampai tahun 1818 yang
kemudian melanjutkan penginjilan ke India. Kehadirannya di Maluku tidak
diterima oleh kalangan orang yang sudah menjadi Kristen karena berusaha mempraktekan
baptisan selam dewasa. Mereka hanya menerima konsep teologi yang diterapkan
oleh Joseph Kam utusan NZG yang mempraktekkan baptisan anak secara percik
sesuai
dengan paham Calvinis.
Perkembangan aliran Baptis di Indonesia kembali dimulai
melalui penginjil Richard Burton dan secara khusus Nathaniel Ward yang bertahan
di Padang-Sumatera Barat sampai meninggal pada tahun 1850. Sejak itu beberapa
misionaris gereja Baptis dari luar negeri maupun orang pribumi tetap
melanjutkan misinya untuk memberitakan Injil sampai saat ini. Terbukti sejumlah
organisasi gereja Baptis telah berkembang dalam beberapa denominasi, antara
lain: Persekutuan Gereja-gereja Baptis Irian Jaya (PGBIJ), Gabungan Gereja
Baptis Indonesia (GGBI), Gereja Perhimpunan Injili Baptis Indonesia (GPIBI),
Kerapatan Gereja Baptis Indonesia (KGBI), Gereja Baptis Independent di
Indonesia (GBII), Sinode Gereja Kristen Baptist
Jakarta (SGKBJ), dan masih banyak lagi denominasi gereja-gereja Baptis yang
masih terus berkembang. Beberapa pokok ajaran aliran gereja ini sehingga memiliki
perbedaan dengan aliran atau denominasi lain,yaitu:
A. Alkitab
adalah Firman Allah yang dijadikan sumber hidup orang Kristen, dasar ajaran, dan
pedoman berperilaku. Mereka memiliki kebebasan menafsirkan Alkitab secara
fundamentalis, liberal, maupun modernis. Perbedaan dalam penafsiran sering
menjadi kontroversial yang berakhir pada
pertikaian Pemahaman mereka tentang demokrasi radikal yaitu setiap insan
manusia tidak diperkenankan menyakiti, menghakimi, dan menganggap diri lebih
baik dari insan yang lain di dunia. Bisa dikatakan aliran ini lebih menekankan
pada persamaan hak di hadapan Tuhan.
B. Setiap
anggota jemaatnya tidak diperbolehkan menjadi pejabat kemiliteran, kepolisian,
hakim, atau bidang-bidang lain yang bernuansa kekerasan dan penindasan. Anggotanya
selalu dianjurkan untuk berbuat baik dengan berpedoman pada khotbah Tuhan Yesus
yaitu “Khotbah di Bukit”. Dalam menjalankan ajarannya selalu menggunakan demokrasi
radikal. Menurut Mouffe (1984:143) sebagai pewaris Althusser serta
membandingkannya dengan teori hegemon Gramsci menjelaskan bahwa demokrasi
radikal bertujuan untuk menciptakan suatu masyarakat di mana semua orang, apa
pun jenis kelaminnya, ras, dan posisi ekonomis,
akan berada pada situasi efektif kesetaraan dan partisipasi di mana tidak ada
basis bagi diskriminasi. Jadi, persamaan derajat dan hak hidup bagi manusia menjadi
prioritas utama dalam aliran Menonit.
C. Kekerasan
dan penindasan bukanlah ciri khas sebuah
gereja. Perbuatan baik menjadi kunci sukses dan identitas orang Kristen yang
benar. Kehadiran orang Kristen membawa suasana kedamaian dan ketentraman.
D. Aliran
Menonit menolak kekerasan dan diskriminasi,
tetapi di sisi lain mereka konflik dengan Luther, Calvin, dan Anabaptis.
Yang paling menonjol yaitu adanya perubahan konsep dan logika berpikir tentang
pelaksanaan baptisan kudus. Baptisan dilayankan bagi orang dewasa secara
percik. Selain dewasa secara jasmani juga harus dewasa secara rohani. Seseorang
yang dewasa secara jasmani belum tentu dewasa secara rohani. Dewasa secara rohani
berarti sungguh-sungguh menerima panggilan pertobatan, hidup baru, dan
berperilaku sesuai kehendak Allah. Walaupun baptisan percik dewasa dilaksanakan
di gereja ini, namun mereka tidak menggunakan istilah sakramen baptisan melainkan
penetapan baptisan. Pemakaian istilah ini menunjukkan bukan hanya pendeta yang berhak
melayankan upacara-upacara gerejawi, tetapi anggota jemaat pun bisa
melaksanakannya.
Oleh sebab itu, sifat sakramental dari setiap
upacara gerejawi ditiadakan. Beberapa ketetapan yang patut dilaksanakan oleh
aliran ini menurut Aritonang (2000:121-122) yaitu: Baptisan, komuni (perjamuan
kudus), pembasuhan kaki kecupan suci, pengurapan (peminyakan), kerudung (bagi wanita)
pada kebaktian, perkawinan, dan penumpangan tangan pada penahbisan. Akibat
doktrin yang berbeda maka mereka dicap sebagai aliran sesat. [5]Pemerintah
maupun masyarakat yang tidak sepaham akan menindas dan mengusir mereka di
wilayah tersebut. Di balik penderitaan yang mereka alami, justru semakin
bersemangat untuk memberitakan ajarannya sambil mengungsi ke beberapa negara
selain Belanda yaitu Rusia, Amerika, Canada, Mexico, Indonesia, dan beberapa
negara yang memungkinkan untuk menerimanya. Gereja ini hampir semuanya tidak memakai
nama Mennonit. Awalnya mereka disebut sebagai kelompok “Taufgesinnt” yang
berarti kelompok orang yang melaksanakan pembaptisan dewasa secara percik.[6]
Aliran ini di Belanda memakai nama Doopsgezinden, Ethiopia dikenal dengan Meserete
Kristos yang berarti dasar yang diletakkan Kristus, dan di Indonesia memakai
nama gereja sesuai daerah dan budaya dimana berkembangnya aliran tersebut.
Perkembangannya, di Indonesia dimulai dari desa Cumbring Jepara. Pernah ada di Sumatera Barat
dan Utara pada tahun 1830, namun
mengalami kemunduran karena berada di bawah jajahan kolonial Hindia-Belanda pada
waktu itu. Pada tanggal 16 Maret 1854 dilaksanakan pembaptisan pertama terhadap
5 orang di desa Cumbring oleh Zendeling Pieter Jansz. Beberapa tahun kemudian aliran
ini berkembang secara signifikan dengan membentuk tidak sinode besar, yaitu:
Gereja Kristen Muria Indonesia (GKMI),
Gereja Injili di Tanah Jawa (GITJ), dan Jemaat Kristen Indonesia (JKI).
E. Aliran Baptis
Aliran Baptis muncul sekitar awal abad ke-16 setelah
reformasi Luther. Kehadiran aliran ini
erat hubungannyan dengan gerakan Anabaptis yaitu aliran yang membaptis ulang
orang Kristen secara selam kendati sudah pernah dibaptis secara percik pada
saat masih bayi ataupun dewasa. Pada waktu itu Smyth dan rekan-rekannya ditindas
oleh pemerintah Inggris karena dianggap sebagai pembawa aliran sesat dalam
gereja dan Negara. Mereka mengungsi ke Belanda dan bergabung dengan aliran Mennonit
pada tahun 1607. Jadi, aliran ini dipelopori oleh John Smyth yang berasal dari
gereja Anglican di Inggris. Kemudian pada tahun 1609 Smyth dan rekanrekannya kembali
menerima baptisan selam (baptisan ulang) di Belanda. Peristiwa pembaptisan ulang
inilah menjadi cikal bakal terbentuknya jemaat Baptis Inggris yang pertama di
Amsterdam. Awalnya mereka berkomitmen tinggal
di Belanda, tetapi beberapa penduduk di sana menolaknya. Pada akhirnya mereka
kembali ke Inggris mendirikan aliran Baptis pertama pada tahun 1912.
Perkembangan aliran Baptis di luar negeri terjadi tahun
1640 pada masa pemerintahan Oliver Cromwell. Keberadaannya di Indonesia melalui
pelayanan dan penginjilan Jabez Carey di Maluku pada tahun 1814. Penginjilan
Carey hanya sampai tahun 1818 yang kemudian melanjutkan penginjilan ke India.
Kehadirannya di Maluku tidak diterima oleh kalangan orang yang sudah menjadi
Kristen karena berusaha mempraktekan baptisan selam dewasa. Mereka hanya
menerima konsep teologi yang diterapkan oleh Joseph Kam utusan NZG yang
mempraktekkan baptisan anak secara percik sesuai dengan paham Calvinis[7]. Perkembangan
aliran Baptis di Indonesia kembali dimulai melalui penginjil Richard Burton dan
secara khusus Nathaniel Ward yang bertahan di Padang-Sumatera Barat sampai meninggal
pada tahun 1850. Sejak itu beberapa misionaris gereja Baptis dari luar negeri maupun
orang pribumi tetap melanjutkan misinya untuk memberitakan Injil sampai saat ini.
Terbukti sejumlah organisasi gereja Baptis telah berkembang dalam beberapa
denominasi, antara lain: Persekutuan Gereja-gereja Baptis Irian Jaya (PGBIJ), Gabungan
Gereja Baptis Indonesia (GGBI) Gereja Perhimpunan Injili Baptis Indonesia (GPIBI),
Kerapatan Gereja Baptis Indonesia (KGBI), GerejaBaptis Independent di Indonesia
(GBII), Sinode Gereja Kristen Baptist Jakarta (SGKBJ), dan masih banyak lagi
denominasi gereja-gereja Baptis yang masih terus berkembang. Beberapa pokok
ajaran aliran gereja ini sehingga memiliki perbedaan dengan aliran atau denominasi
lain,yaitu: 1) Alkitab adalah Firman Allah yang dijadikansumber hidup orang
Kristen, dasar ajaran, dan pedoman berperilaku. Mereka memiliki kebebasan
menafsirkan Alkitab secara fundamentalis, liberal, maupun modernis. Perbedaan dalam
penafsiran sering menjadi kontroversial yang
berakhir pada pertikaian Pemahaman mereka tentang demokrasi radikal yaitu
setiap insan manusia tidak diperkenankan menyakiti, menghakimi, dan menganggap
diri lebih baik dari insan yang lain di dunia. Bisa dikatakan aliran ini lebih menekankan
pada persamaan hak di hadapan Tuhan. Setiap anggota jemaatnya tidak
diperbolehkan menjadi pejabat kemiliteran, kepolisian, hakim, atau bidang-bidang
lain yang bernuansa kekerasan dan penindasan. Anggotanya selalu dianjurkan untuk
berbuat baik dengan berpedoman pada khotbah Tuhan Yesus yaitu “Khotbah di Bukit”.
Dalam menjalankan ajarannya selalu menggunakan demokrasi radikal. Menurut
Mouffe (1984:143) sebagai pewaris Althusser serta membandingkannya dengan teori
hegemoni Gramsci menjelaskan bahwa demokrasi radikal bertujuan untuk
menciptakan suatu masyarakat di mana semua
orang, apa pun jenis kelaminnya, ras, dan posisi ekonomis, akan berada pada situasi efektif
kesetaraan dan partisipasi di mana tidak ada basis bagi diskriminasi. [8]
Jadi, persamaan derajat dan hak hidup bagi manusia menjadi
prioritas utama dalam aliran Menonit. Kekerasan dan penindasan bukanlah ciri khas sebuah gereja. Perbuatan
baik menjadi kunci sukses dan identitas orang Kristen yang benar. Kehadiran orang
Kristen membawa suasana kedamaian dan ketentraman. Aliran Menonit menolak
kekerasan dan diskriminasi, tetapi di
sisi lain mereka konflik dengan Luther, Calvin, dan Anabaptis[9].
Yang paling menonjol yaitu adanya perubahan konsep dan logika berpikir tentang
pelaksanaan baptisan kudus. Baptisan dilayankan bagi orang dewasa secara
percik. Selain dewasa secara jasmani juga harus dewasa secara rohani. Seseorang
yang dewasa secara jasmani belum tentu dewasa secara rohani. Dewasa secara rohani
berarti sungguh-sungguh menerima panggilan pertobatan, hidup baru, dan
berperilaku sesuai kehendak Allah. Walaupun baptisan percik dewasa dilaksanakan
di gereja ini, namun mereka tidak menggunakan istilah sakramen baptisan melainkan
penetapan baptisan. Pemakaian istilah ini menunjukkan bukan hanya pendeta yang berhak
melayankan upacara-upacara gerejawi, tetapi anggota jemaat pun bisa
melaksanakannya. Oleh sebab itu, sifat
sakramental dari setiap upacara gerejawi ditiadakan. Beberapa ketetapan yang
patut dilaksanakan oleh aliran ini menurut Aritonang (2000:121-122) yaitu: Baptisan,
komuni (perjamuan kudus), pembasuhan kaki, kecupan suci, pengurapan
(peminyakan), kerudung (bagi wanita) pada kebaktian, perkawinan, dan
penumpangan tangan pada penahbisan. Akibat
doktrin yang berbeda maka mereka dicap sebagai aliran sesat. Pemerintah maupun
masyarakat yang tidak sepaham akan menindas dan mengusir mereka di wilayah tersebut. Di balik penderitaan yang
mereka alami, justru semakin bersemangat
untuk memberitakan ajarannya sambil mengungsi ke beberapa negara selain Belanda
yaitu Rusia, Amerika, Canada, Mexico, Indonesia, dan beberapa negara yang
memungkinkan untuk menerimanya. Gereja ini hampir semuanya tidak memakai nama
Mennonit. Awalnya mereka disebut sebagai kelompok “Taufgesinnt” yang berarti
kelompok orang yang melaksanakan pembaptisan dewasa secara percik. Aliran ini di
Belanda memakai nama Doopsgezinden, Ethiopia dikenal dengan Meserete Kristos
yang berarti dasar yang diletakkan Kristus, dan di Indonesia memakai nama
gereja sesuai daerah dan budaya dimana berkembangnya aliran tersebut. Perkembangannya
di Indonesia dimulai dari desa Cumbring Jepara. Pernah ada di Sumatera Barat
dan Utara pada tahun 1830, namun mengalami kemunduran karena berada di bawah
jajahan kolonial Hindia-Belanda pada waktu itu. Pada tanggal 16 Maret 1854
dilaksanakan pembaptisan pertama terhadap 5 orang di desa Cumbring oleh Zendeling
Pieter Jansz. Beberapa tahun kemudian aliran ini berkembang secara signifikan dengan
membentuk tiga sinode besar, yaitu: Gereja Kristen Muria Indonesia (GKMI), Gereja Injili di Tanah Jawa
(GITJ), dan Jemaat Kristen Indonesia
(JKI).
Gereja Setan
Gereja Setan bukanlah gereja dalam arti sosiologis,
tetapi sekte yang didirikan oleh Anton Szandor Lavey karena ketidakpuasan dalam
ajaran agama Kristen, sehingga muncul
aliran sempalan yang dinamakan Lavey dengan Church Of Satan/Gereja Setan. Disebut dengan sekte karena Gereja Setan
mempunyai pengikut sepaham dengan Lavey yang tergolong sedikit dan memisahkan
diri daripada agama besar yaitu Agama Kristen, setelah memisahkan diri lalu
membuat ritual yang tersendiri, walaupun ritualnya tersendiri namun masih ada
nama ritual yang diambil dari agama kristiani seperti ritual Misa, dalam Gereja
Setan Misa ini dikenal dengan sebutan Black Mass (Misa Hitam). Ketidakpuasan
awal mulanya ketika Lavey bekerja sebagai pemain organ tunggal di sebuah
karnaval. Dia melihat para pastur dan umat Kristen sering mengunjungi karnaval
tersebut dan melihat para penari-penari telanjang serta melakukan tindakan yang
tidak bersesuaian dengan agama mereka yakini seperti pastur memakai limusin
yang sepatutnya dalam agama adalah pastur bergaya sederhana dan juga para oknum agamawan gereja
sering menarik bayaran penebusan dosa (indulgensi) dan uang tersebut digunakan
dengan hal maksiat yang berdalih dengan agama. Oleh karena itu Lavey memberikan
asumsi bahwa para golongan agamawan khususnya agama Kristen selalu melakukan
hal yang berada dalam jangkauan maksiat.
Karena Gereja Setan dalam ketidakpuasan terhadap
Gereja Kristen maka setelah pemisahan diri dari Gereja Kristen, Gereja Setan
membuat/melakukan hal-hal yang ditentang oleh gereja Kristen, misalkan dalam
musuh agama Kristen adalah Setan yang
disebut dengan Lucifer/Baphomet, Gereja Setan menyembah terhadap Lucifer
tersebut. Agama Kristen melarang melakukan perbuatan zina, namun Gereja Setan
malah melakukan perzinaan sampai-sampai zina dijadikan sebuah ritual bagi
penganut satanisme, dalam Agama Kristen meminum hal yang memabukan itu
dilarang, namun bagi Gereja Setan hal tersebut dijadikan suatu yang sakral dan
ritual dalam perjamuan kudus mereka misalkan dengan memakai ekstasi yang cair
dalam piala.[10]
Jadi, bagi Kaum Satanis wujud dari Agama Kristen tersebut adalah wujud yang
seharusnya terbalik. Semua hal yang baik menurut agama Kristen dalam gereja
setan hal yang baik itu dirubah dengan wujud ekstrem 180 derajat untuk menjadi
sebuah yang jahat. Untuk kasus Gereja Setan yang digerakan oleh Anton Szandor
Lavey ini bisa dikatakan jenisnya adalah sekte ideologi okultisme yang
mempunyai organisasi terstruktur dengan anggota yang tidak terlalu besar dan
pengikutnya sukarela. Serta, mereka punya tokoh yang kharismatik yaitu Anton
Szandor Lavey, namun kenyataannya mereka menyebutkan adalah Sebuah Gereja. Dalam perkembangannya dari dulu hingga
sekarang mereka mempunyai ideologi yang berdasarkan seksual, Gereja Setan
tampaknya memuja seks sebagai unsur yang sangat penting dalam ritual. Mungkin
hal ini adalah kebalikan dari pandangan Kristen yang menganjurkan kesucian
tanpa seks (selibat) bagi pastur dan biarawati. Hal itu merupakan penghormatan
untuk Tuhan yang disembah mereka yaitu Baphomet/Lucifer. Untuk bentuk satanisme
dari Aleister Crowley dan Anton Szandor Lavey ada perbedaan.[11]
Crowley mengaku mendapatkan bisikan gaib dari
makhluk yang bernama Aiwass lalu menyembah setan sedangkan Lavey mengklaim
menerima satanismenya dari kebenciannya kepada umat kristiani setelah itu ia
membaca buku-buku okultisme lalu menjadikan penyembahan terhadap setan yang
dinamakan Baphomet. Untuk pada zaman Crowley, ajarannya tersebut tidak ada
penerus murni dari ideologinya. Akan tetapi ajarannya tersebut banyak dijadikan
kandungan dari dunia satanisme termasuk Lavey. Sedangkan Lavey setelah
meninggal masih ada penerusnya yang hingga saat ini masih menjabat sebagai
Magus tertinggi gereja setan yaitu Magus Peter H. Gilmore. Dalam perekrutan
jamaah antara Crowley dan Lavey. Crowley lebih mementingkan terhadap penduduk
sekitar ia tinggal. Sedangkan Lavey perekrutan jamaah gerejanya hingga
memunculkan situs website dengan tujuan ideologi satanismenya lebih mendunia
dan dikenal orang.
Dan untuk perekrutan jamaahnya tersebut Lavey membaginya
secara lebih terstruktur. Simbol menurut Emile Durkheim adalah sesuatu hal
sakral yang dapat membuat kebersamaan yang kuat antar sesama penganut sebuah
keyakinan.[12]
Begitu juga Simbol yang ada dalam Gereja Setan bisa membuat antar penganut yang
disebut satanisme menjadi sesuatu solidaritas yang kuat, misalkan dalam ritual
gereja setan, peserta diharuskan memakai kalung yang dihiasi oleh simbol
baphomet ataupun simbol pentagram, di balik itu menjadikan sebagai kewajiban
dalam aturan ritual Gereja Setan, ada sebuah keterikatan kebersamaan antar
penganut Satanisme yaitu sama-sama memakai lambang sakral dalam pemujaan
terhadap setan. Bisa dianggap simbol itu yang menjadi sebagai perekat
kebersamaan Gereja Setan untuk menjalankan misi menentang kaum pengikut Gereja
Kristen.
Simbol yang dipakai antara Crowley, Lavey, dan
Freemason, ada hubungan kesamaan yang menarik diantara mereka tersebut. Crowley
semasa hidupnya aktif dalam anggota
Order of the Golden Dawn yang mana organisasi tersebut adalah organisasi yang
berkaitan dengan freemason, dan simbol tersebut sekarang dipakai oleh Lavey
dalam melakukan praktek ritualnya.
Lambang 666 yang menjadikan dasar Crowley adalah lambang yang bermakna
setan/the beast number namun dalam segi Lavey lambang 666 adalah lambang yang
sering dijadikan propaganda. Dunia hiburan dijadikan dasar propaganda yang
dianut oleh Gereja Setan. Para kaum agamawan biasanya menilai dunia hiburan
adalah dunia yang gelap, dunia yang penuh dengan aroma dosa. Namun dalam Gereja
setan dunia hiburan dianggap sebagai ladang untuk mempengaruhi dengan
propaganda sekaligus ladang untuk mengajak kalangan umat yang lemah dalam
agamanya agar terjerumus kedalam lubang hitam yang mereka buat. Musik adalah hal yang berkembang pesat didunia
Barat, musik yang mengiringi dalam Gereja Setan ini adalah musik yang beraliran
keras, seperti Rock, Black Metal, Death Metal, Punk, Underground dan
sebagainya. Oleh karena itu, musik adalah hal yang sangat mudah didengar oleh
anak muda. Band-Band satanisme menyuarakan lirik lagu yang bernuasa Atheis,
seksual, tentang pemujaan terhadap Baphomet, Lucifer, tentang AntiGod (Anti
Tuhan), dan AntiChrist (Dajjal). Bukan hanya dari lirik lagu saja yang mereka
suarakan, akan tetapi dari sampul album mereka dihiasi hal yang berunsur
satanisme tersebut. Sehingga, lama kelamaan musik aliran keras dianggap musik
yang menyuarakan tentang Satanisme.[13]
Namun, hal tersebut tidak bisa dihentikan karena
negara Barat adalah negara yang bebas dalam berkreasi bidang seni. Setelah
musik, dunia perfilman juga dijadikan tempat mereka mempropogandakan ajaran
mereka. Dua film seperti Rosemary Baby
dan The Devil’s Rain adalah film yang berdasarkan unsur satanisme yang
dipadukan dengan aliran horror yang pada waktu itu film horor memang berkembang
pesat di negara Barat khususnya New York. Dengan Film-film tersebut Church of
Satan/Gereja Setan bisa menampikan eksistensi satanismenya. Fenomena ini hampir
sama dengan aliran musik yang banyak mendapatkan kritikan dari pemerhati. Namun
hal tersebut tidak bisa dihentikan karena Film adalah Budaya Seni yang bebas
berkembang. Dalam Game Virtual yang kebanyakan peminatnya adalah anak-anak,
juga banyak terdapat propaganda mereka[14].
Hal-hal yang ditampilkan dalam Game tersebut bisa dikatakan adalah sesuatu
pengenalan fenomena Satanisme yang diramu dengan tampilan untuk menghibur,
namun dibalik hiburan itu Gereja Setan mengupayakan pengenalan bagi diri mereka
sekaligus menjerumuskan dengan cara yang halus. Pengaruh gereja Setan dari dunia musik
sebenarnya banyak meluncurkan dalam sisi propaganda untuk masyarakat Barat.
Namun, tidak diketahui berapa banyak orang yangterpengaruh Gereja Setan dalam
sisi propaganda dunia musik dikarenakan
dalam literatur yangdidapat tidak ada jumlah anggota gereja Setan masuk karena
telah mendengarkan musik-musikyang beraliran satanisme.
Musik dari dahulu hingga sekarang selalu dipakai
dalam acara pemujaan ritual-ritual agama, karena Tuhan adalah hal yang indah,
sehingga harus disandingkan dengan hal-hal yang indah sebagaimana halnya musik.Saat
ini Gereja Setan yang memakai musik sebagai alat-alat ritual, tetapi musik yang
mereka gunakan tidak seperti musik religi yang dipakai dalam berbagai agama,
melainkan musik yang mereka tanamkan adalah musik yang jahat, sehingga
musik-musik tersebut diterjemahkan dalam bentuk keterbalikan/perlawanan
terhadap hal yang sakral dalam Gereja Kristen pada umumnya, misalkan mengejek
terhadap Yesus dan mengagungkan akan nama Baphomet.
Gereja setan dibentuk dan berasal Amerika Serikat
(AS), sedangkan disana istilah gereja bukan hanya digunakan dikalangan Kristen,
sehingga ada macam-macam nama kelembagaan non-kristen yang memakai istilah
gereja (church). Misalnya : Church of
Buddihst, dll dan tentu tak ketinggalan church
of satan. Gereja setan bukanlah sesuatu yang muncul mendadak sontak pada
parohan abad ke-20[15].
Latar belakang terbentuknya yaitu, pemujaan terhadap setan atau terhadap
roh-roh (spritisme) sebenarnya sudah berlangsung sejak lama, mungkin sejak
manusia pertama (kej.3). dalam PL kita banyak menemukan tentang pemujaan setan,
yang dilakukan oleh bangsa-bangsa Israel, tetapi kadang-kadang juga menggoda
bangsa Israel untuk mengikutinya. Istilah ibraninya adalah s’tn diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai setan, iblis,
roh-roh jahat dll. Di dalam Yesaya 14:12 dikatakan “ Wahai, engkau sudah jatuh
dari langit, hai bintang timur, putera fajar…” di dalam terjemahan King James
“bintang Timur” disebut “lucifer”. Ia memberontak, diusir da dijatuhkan dari
sorga, dan ialah yang dikenal sebagai setan atau iblis. Maka karena itu di
dalam gereja Setan Lucifer disebut”Tuhannya”. Dan mereka memiliki kitab yang
disebut the satanic bible adalah book of Lucifer.
Dikalangan berbagai agama di luar bangsa Israel dan
sebelum kitab-kitab PL ditulis, pemujaan setan atau yang sejenisnya sudah lama
dikenal. Di dalam agama Zarathustra (Zoroaster) Persia, misalnya setan sudah
dikenal dengan nama Angra Mainyu (Ahriman), yang adalah saudara kembar dari
Ahura mazda (nama untuk tuhan atau ilah yang dsembah penganut agama ini). Zoroaster
mengajarkan bahwa Angra Mainyu dan Ahura mazda terus bertarung sepanjang masa,
sampai Angra Mainyu kalah.
Pada abad XV-XIX di Eropa terjadi pemburuan yang intensif
terhadap para penyihir. Di satu sisi hal ini mungkin patut dipuji sebagai
tindakan yang sungguh-sungguh untuk membasmi para pemuja setan, tetapi di sisi
lain justru member citra yang buruk bagi gereja Kristen sebagai lembaga atau
pun kumpulan orang-orang yang menghalalkan kekejaman dan pembunuhan
besar-besaran.
Sejarah satanisme pada Zaman Modren (Hingga
terbentuknya Gereja Setan)
Sejarah satanisme (pemujaan terhadap setan) pada
zaman modern (abad ke-20) dapat disebut dimulai dengan kiprah Aleister Crowley
(1875-1947) di AS. Ia banyak menulis dan menberi pengajaran mengenai seluk
beluk sihir, walaupun ia menyangkal sebagai seorang satanis. Ia selalu
menentang ajaran gereja Kristen dimana ia semula menjadi anggota, termaksud
yang disampaikan oleh orang tuany, sampai-sampai ibunya menyebut ia binatang
buas 666. Dan ternyata ia dengan senang hati menerima sebutan itu. Sejak 1898
hingga akhir hidunya dia banyak berkiprah dilingkungan perkumpulan okultisme.
Salah satu diantaranya sejak 1912 adalah ordo Empli Orientis (OTO) di Jerman.
Perkumpulan ini banyak member tekanan pada sihir seks.
Tokoh kedua yang terpenting adalah Anton Szandor
Lavey (1930-1998). Ia berasal dari keluarga berlatar belakang Transilvania
(Eropa Tengah) yang akrab dengan berbagai cerita rakyat tentang vampire dan
sihir. Ketika masih pemula, Lavey adalah pemain music disebuah pasar malam.
Pada setiap sabtu malam ia biasa melihat sejumlah pria menyaksikan Striptease,
lalu pada minggu pagi mereka itu mengikuti kebaktian gereja yang tak jauh dari
situ. Saat ibadah, mereka itu gemar sujud dibangku tobat, mohon pengampunan,
lalu pada malam minggu berikutnya kembali menonton Striptease[16]. Berdasarkan itu Lavey kemudian menyimpulkan
“saya tahu bahwa gereja Kristen hanya mengajarkan kemunafikan, dan bahwa nafsu
manusiawi akan menang”.
Kepercayaan Lavey akan kekuatan dan kemenangan nafsu
kedagingan manusia semakin kuat ketika ia bekerja sebagai juru potret bagi
kepolisian San Fransisco. Disitu ia melihat akibat yang mengerikan dari sifat
manusia yang jahat, dan itu mendorong ia mendirikan sebuah gereja untuk memuja setan. Tubuhnya yang tinggi
besar, rambut dicukur plontos, janggut dirawat dengan baik, sorotan matanya
yang tajam menusuk, ia mengenakan jubah romawi dengan kalung oerak di lehernya.
Di lingkungan orang-orang bermoral bejat justru kehadirannya disambut hangat,
sehingga terbentuklah Gereja setan pada 30 April 1966.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
DAN SARAN
Dalam bagian penutup ini akan dibahas bagaimana
sebaiknya gereja membangun suatu rancangn bangun teologi di tengah berbagai
tantangan dan derasnya konsekuensi akibat kemajuan zaman di abad ke-21. Pertama, gereja perlu membangun kembali
teologi Kristen abad ke-21 yang memberikan jawaban terhadap berbagai
perkembangan dan kemajuan di dalam penelitian Alkitab. Dalam hal ini, gereja
tidak perlu takut goncang ataupun terintimidasi. Fakta sejarah selalu
membuktikan bahwa Allah ikut membela gerejaNya dan itulah yang akhirnya membuat
gereja bisa bertahan di sepanjang sejarah yang
penuh dengan pergolakan. Jika pada masa-masa sebelumnya pernah terjadi
usaha para bapa Apologetik membela imannya, maka tantangan kontroversial yang
mengguncang iman Kristen di abad ke-21 ini hanya dapat dihadapi dengan
kontruksi ajaran yang benar dan usaha untuk tetap berdiri di atas ajaran itu.
Rancangan bangun teologi abad ke-21 memang menjadi sebuah kebutuhan mendesak
yang perlu dipikirkan gereja supaya usaha menggarami dunia ini tidak terhambat
dengan berbagai perkembangan yang justru bertolak belakang dari iman dan ajaran
Kristen yang ada.
Kedua, dapat ditarik kesimpulan bahwa sebuah rancang
bangun teologi selalu disusun berdasarkan kebutuhan zaman. Maka kebutuhan zaman
di abad ke21 perlu diidentifikasi oleh teolog-teolog Injili supaya melalui
rancangan bangun tersebut, teologi Injili dapat menjadi jawaban ditengah
derasnya arus modernisasi dan globalisasi dunia. Kini semua orang bisa
menafsirkan Alkitab secara bebas dan bebas pula menggunakannya untuk
kepentingan apapun. Bahkan semua orang bisa bebas untuk percaya Alkitab atau
tidak. Melalui rancang bangun teologia abad ke21, kekristenan akan dilahirkan
dalam zaman yang serba post-modern ini sebagai satu-satunya jalan bagi kebahagiaan,
kebenaran dan keselamatan. Munculnya agama-agama lain dan agama-agama
alternatif sebagai ciri masyarakat modern jangan dianggap sebagai ancaman
terhadap kekristenan. Justru melalui fenomena tersebut, kekristenan dapat
memposisikan dirinya sebagai satu-satunya
teologi tahan uji yang membawa pada jalan keselamatan. Ketiga, teologi yang muncul di abad ke-21
tidak lagi bersifat holistik. Juga tidak akan muncul teolog-teolog dunia
seperti yang pernah terjadi masa sebelumnya. Yang bermunculan adalah teolog-teolog
lokal yang terkonsentrasi untuk membahas isu-isu lokal. Untuk itu perlu
dipersiapkan jalur formal yang memadai bagi para teolog lokal ini, misalnya
melalui jalur pendidikan resmi, agar saat berteologi, mereka memiliki dasar
pijakan yang kokoh dan tidak goyah menghadapi arus liberalisme dalam
kekristenan.
Keempat, salah satu fenomena yang harus disikapi
oleh teologi Kristen di abad ke-21 adalah kecenderungan manusia untuk
mempertanyakan transendensi Allah dan sifat-sifat supernatural-Nya. Hal ini terjadi
karena manusia sudah terkooptasi oleh kemajuan berpikir sainstik dan teknologi
dan lebih berpusat pada dirinya sendiri. Usaha-usaha yang menggugat kekristenan
akan menjadi agenda terpenting disepanjang abad ini. Maka gereja perlu
merapatkan barisan dan tidak lagi terpecah di dalam denominasi sehingga
bersaing memperebutkan jemaat. Kelima,
salah satu keberhasilan gereja mula-mula di zaman para rasul dan Bapa Apostolik
adalah kuatnya mereka dalam memegang ajaran dan tidak bersandar pada
pengertiannya sendiri. Inilah yang seharusnya menjadi landasan utama bagi penyusunan ajaran teologi abad
ke-21, sebuah teologi yang membawa kita semua mendekat dan lebih dekat lagi
pada-Nya. Seperti firman Tuhan ajarkan, dalam Yeremia 9:23-24,
"Janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya,
janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya, janganlah orang kaya bermegah
karena kekayaannya, tetapi siapa yang mau bermegah, baiklah bermegah karena
yang berikut: bahwa ia memahami dan mengenal Aku, bahwa Akulah TUHAN yang
menunjukkan kasih setia, keadilan dan kebenaran Di bumi; sungguh, semuanya itu
Kusukai, demikianlah firman TUHAN."
[1] Jones, W.T. and Robert J. Fogelin. A History of Western Philosophy
- The Twentieth Century to Quine and Derrida. Orlando: Harcourt Brace College
Publishers, 1997.
[2] Grenz, Stanley J. dan Roger E. Olson, 20th Century Theology – God
and the world in a transitional Age. Illionis: InterVarsity Press, 1992.
[3] Enns, Paul. The Moody
Handbook of Theology Jilid 2. Malang: Literatur SAAT, 2004.
[4] Enns, Paul. The Moody
Handbook of Theology Jilid 2. Malang: Literatur SAAT, 2004.
[5] Hadiwijono, Harun. Pemikiran Reformatoris Abad ke-20. Jakarta: PT.
BPK Gunung Mulia, 2004.
[6] Jacobs, SJ, Tom. Paham Allah
Dalam Filsafat, Agama-agama dan Teologi. Yogyakarta:Penerbit Kanisius,
2002.
[7] Drewes, B.F. dan Julianus Mojau, Apa Itu Teologi – Pengantar ke dalam Ilmu Teologi.Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 2003.
[8] Jacobs, SJ, Tom. Paham Allah
Dalam Filsafat, Agama-agama dan Teologi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius,
2002.
[9] Jones, W.T. and Robert J. Fogelin. A History of Western Philosophy
- The Twentieth Century to Quine and Derrida. Orlando: Harcourt Brace College
Publishers, 1997.
[10] Avis, Paul. Ambang Pintu
Teologi. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001.
[12] Emile Durkheim, The Elementary Fo ms of the Religious Life,
diterjemah kan o leh Inyiak Ridwan Muzir dengan judul, Sejarah Agama, (Yogyakarta:
IRCiSoD, 2003), h. 72
[13] Pengaruh gereja Setan dari dunia musik sebenarnya banyak
meluncurkan dalam sisi propaganda untuk masyarakat Barat. Namun, tidak
diketahui berapa banyak orang yang terpengaruh Gereja Setan dalam sisi
propaganda dunia musik dikarenakan dalam
literatur yang didapat tidak ada ju mlah anggota gereja Setan masuk karena
telah mendengarkan musik-musik yang beraliran satanisme.
[14] http://gereja setan.
[15] Audi, Robert. The Cambridge
Dictionary of Philosophy. United Kingdom: Cambridge
University Press, 1999.
Comments
Post a Comment