MITOS BABYLONIA (ARKEOLOGI ALKITAB)


MYTHOS BABYLONIA KUNO TENTANG PENCIPTAAN

MANUSIA HIDUP UNTUK PELAYANAN BAGI DEWA-DEWA

                Pada tahun 1955 seb.M, Kerajaan Sumer runtuh dan berakhirlah dinastinya yang memerintah, yakni dinasti ketiga dari Ur. Dinasti itu hancur karena munculnya dinasti akkadis atau dinasti semitis dari Isin dan Larem. Sekarang kaum Babylonia yang berkuasa. Hingga masa sebelum pendiri dinasti Semitis memperkuat Babylonia, kota Babylonia hanya senoktah saja besarnya, tetapi sekarang (setelah dibangun) tempat ini menjadi pusat kerajaan yang luar biasa besarnya di bawah kepemimpinan raja-rajanya bersama dewa-dewa mereka, dan salah satu rajanya yang paling terkenal adalah Hammurabi.
                Daerah-daerah Sumer yang sebelumnya berkeping-keping dan masing-masing memiliki pusat ibadah, dipersatukan di bawah kepemimpinan Babylonia. Babylonia menggantikan Sumer. Babylonia memelihara warisan agamis Sumer, tetapi sesuai dengan adanya perubahan keadaan politik,  terjadi juga perubahan agamis di dunia dewa-dewa.Dewa-dewa yang beraneka ragam , yang sebelumnya menguasai kuil-kuil Sumer, sekarang ditundukkan ke bawah dewa Marduk, sembahan orang Babylonia. Marduk adalah kepala dari seluruh dewa-dewa kaum Babylonia. Ketundukan dewa-dewa Sumer itu kepada Marduk sedikitnya secara teoretis dan diceritakan dalam teks-teks resmi. Itu tidak berarti bahwa segala kultus dan tradisi agama sebelumnya  dapat dihapus dari kehidupan manusia di sana.
                Nippur, kota orang Sumer, tetap menjadi pusat kultus untuk Enlil. Kota Uruk tetap sebagai tempat suci bagi dewa langit (Sorga) yang bernama An atau Anu. Tradisi dijalankan untuk memperkuat kekuasaan Marduk, dewa daripada delapan kota. Dewa setempat itu (Marduk) menjadi ahli pembangun dunia. Penyair menggubah syair yang hebat, yang berfungsi sebagai bagian dari ritus pemujaan: Terpujilah Marduk dalam segala kemuliaannya sebagai dewa pencipta dan kepala (pimpinan) negeri sorgawi.
                Dalam syair ini masih terdapat banyak mytos bangsa Sumer. Gerakan politik Babylonia mirip dengan yang dilakukan Sumer; keduanya sulit dibedakan. Demikian juga dalam hal keagamaan, Babylonia meniru yang diakukan Sumer. Nama-nama dewa yang sama, mytos yang sama menghasilkan dunia keagamaan yang mirip.
                Dari itu sulit menentukan mana mytos Babylonia yang berasal dari Sumer, dan mana yang berasal asli dari Babylonia. Literatur untuk itupun sedikit didapat. Jadi ada kemungkinan anggapan bahwa teks-teks itu babylonis padahal asal mulanya dari Sumer, walaupun mytos asli Sumer tidak dapat ditemukan lagi. Beragam teks yang pada mulanya dipandang sebagai asli babylonis, tetapi setelah ada penemuan-penemuan ternyata teks itu sumeris. Selama ini teks sumeris itu digunakan sebagai teks babylonis dan turunannya dipandang sebagai babylonis.  Kalau ada sejarah Sumer dan Babylonia yang tampaknya tidak berhubungan satu sama lain, toh juga harus hati-hati dalam menilainya: karena mungkin saja tidak dapat ditarik kesimpulan bahwa teks itu benar-benar babylonis.
                Teks yang di dalamnya penyair mengolah tema dan mytos Sumer, dan yang ke dalamnya ide babylonis telah dimasukkan, adalah syair tentang penciptaan. Teks itu dibacakan sebagai bagian dari pada ritus dalam perayaan pesta tahun baru.
                Di sini akan dibahas tentang teks-teks tersebut. Tetapi selain dari itu di beberapa bagian juga akan dibahas berita-berita tentang penciptaan dunia dan penciptaan manusia dari tradisi-tradisi lainnya.
                Syair tentang Penciptaan dinamai sesuai dengan kata pertama dalam tulisan itu, yakni: Enuma Elisch, yang  artinya Sewaktu masih di atas – Sewaktu masih di tempat tinggi. Teks ini ditulis dalam tujuh batu bertulis, yang masing-masing batu berisi kurang lebih 150 ayat. Karya ini dapat dikatakan lengkap, terutama karena ada juga salinan-salinannya, yang tertua dari abad sembilan dan yang termuda dari abad kedua sebelum Kristus. Tulisan-tulisan itu dan kepingan-kepingannya berasal dari pusat-pusat keagamaan di negeri Babylonia, yakni dari Assyur dan Niniwe, Sippur dan Kisch di Assyiria dan dari Babylonia sendiri. Dari itu sangat jelas betapa pentingnya syair –syair tersebut. Bahasanya adalah bahasa Babylonia kuno. Itu memungkinkan adanya dugaan bahwa teks itu berasal dari dynasti pertama dalam kerajaan Babylonia di abad 19 hingga abad ke 17 seb.M. Tata penyusunan literatur ini dan tujuan keagamaan yang terkandung di dalamnya juga cocok dengan semangat literatur dan interesse politik pada zaman dinasti tersebut. Syair ini bukan hanya berupa dokumen keagamaan. Isinya juga memberitakan perubahan-perubahan politik, yang menerangkan bagaimana Babylonia menjadi penguasa tunggal dalam segala hal.
                Pada mulanya adalah khaos (kekacauan; bahasa Alkitab: tohu wabohu: belum berbentuk dan kosong), suatu materi (bahan) yang tidak berbentuk, Samudera-raya-kuno (purba).  Pengenalan ini hampir sama di seluruh tradisi dan mytos bangsa-bangsa di dunia Oriental kuno. Itulah permulaan, di mana “langit di atas belum dinamai dan bumi di bawah belum punya nama”, di mana hal-hal (benda-benda) belum dapat dibedakan.
                Pembedaan yang pertama sekali dari bahan-bahan-purba itu adalah pembedaan antara dua dewa-purba, yang merupakan penyebab utama yang membereskan keadaan khaos yang massif tersebut, yakni: Apsû, satu dewa berjenis kelamin laki-laki, yang menguasai lautan air tawar  yang ada di bawah tanah, yang di atasnya bumi melayang-layang dan dunia dikelilingi (dibungkus) oleh suatu sungai berbentuk bulatan. Apsû adalah yang menyediakan arus-arus air di bumi. Yang kedua adalah Tiamat, si Lautan, yang menguasai air asin, yang dari sana semua ciptaan berasal. Tiamat adalah dewa berjenis kelamin wanita, yang merupakan ibu dari semua dewa-dewa. Tiamat punya empat mata dan empat telinga; sehingga dapat dikatakan sebagai dua dewa dalam satu diri.
                Selain Tiamat, masih ada yang disebut mummu. Para peneliti assyiorologi  tidak sependapat memberi arti kata ini. Ada yang menterjemahkannya dengan firman, yakni kata pertama yang keluar dari mulut pasangan dewa tersebut. Ahli lainnya menterjemahkannya dengan menciptakan. Yang jelas adalah, bahwa mummu bukanlah nama lain daripada Tiamat, melainkan dewa ketiga. Dia itu adalah kabut tebal antara Apsû (si Air tawar) dan Tiamat (si Air asin). Itulah Kabut tebal yang melayang sebagai  unsur purba dalam penciptaan. Tetapi sekarang para ahli lebih cenderung berpendapat bahwa mummu itu adalah nama lain dari pada Tiamat, dan diterjemahkan dengan ibu..
                Tiamat adalah Ibu dari semua dewa. Dan peranannya sebagai ibu sungguh sangat dalam berakar dalam iman dan pengenalan bangsa Babylonia, sedangkan Apsû sebagai dewa-laki-laki yang membuatnya hamil sangat sedikit diterangkan di latar belakang. Banyak juga tradisi yang mengatakan bahwa Tiamat memiliki dua jenis kelamin (Laki dan wanita). Menurut teks dari Assyur, Tiamat itu “di atas sebagai Bel, dan di bawah sebagai Nin-il”, artinya di atas sebagai jantan dan di bawah sebagai  betina.
                Nyanyian tentang penciptaan dari Babylonia mengatakan bahwa Tiamat itu sangat luar biasa.  Dalam Batu-bertulis ke empat dikatakan bahwa Tiamat itu  merupakan Fötus (janin/cikal bakal), yang menentukan seluruh perkembangan dunia, janin/cikal bakal daripada semua kejadian kosmis.
                Belum ada apa-apa  dalam Kosmos atau dalam dunia yang teratur (terorganiser), sampai saat Apsu dan Tiamat bertindak. Apsu (si Air Tawar) dan Tiamat (si Air Asin) bergabung atau bercampur.  Benih wujud dunia menantikan kelahirannya melalui pemisahannya. Selain benih itu belum ada apa-apa. Keadaan ini digambarkan dalam nyanyian penciptaan ini:
“Sewaktu masih belum ada tanah dibentuk, dan belum ada terlihat jerami, sungguh, belum satupun
 dari dewa- dewa yang muncul, tak ada nama disebutkan, tak ada ketentuan (nasib) dipastikan – lalu dewa-dewa diciptakan.”

Bersamaan dengan  adanya generasi-generasi keturunan dewa-dewa mulailah terjadinya dunia. Sebagian dewa-dewa menjadi ada dari pasangan Apsu dan Tiamat, yakni pasangan Lachmu dan Lachamu.  Dengan cara bagaimana dewa ini terjadi, tidak diberitahu dalam teks, tetapi mengatakan: Mereka mengungkapkan diri, dan mereka mendapat nama. Penamaan merupakan bagian dari penciptaan dan sekaligus menentukan keberadaan dan peranan dewa-dewa itu.
Waktu berikutnya berjalan.  Kemudian muncul pasangan ketiga, yakni Anshar, yaitu “Keseluruhan langit”  dan Kishar, yaitu “keseluruhan bumi”.  Dewa Anshar dan Kishar lebih kuat dari dewa Lachmu dan Lachamu. Demikian berjalan terus, bahwa setiap generasi dewa-dewa yang baru selalu lebih kuat dari yang sebelumnya, hingga ada Marduk, sebagai yang terkuat.
      Dengan terjadinya dewa Langit dan dewa bumi tadi, sudah tampak pemisahan dunia. Embryo dari pada kosmos berkembang dan lambat laun berbentuk. Masih butuh waktu yang lama hingga Kosmos mendapat bentuknya yang pasti. Tetapi proses menuju bentuk itu telah terjadi. Itu menunjukkan langkah-langkah gerakan Sumer menuju Babylonia.
     
Dari Anshar muncul anaknya Anu, dewa besar di langit. Dewa ini adalah dewa An di kalangan Sumer. Kemudian An melahirkan Ea, yang dikenal orang Sumer sebagai Enki. Ea melebihi semua dewa dalam hal hikmat dan kepintaran, dan dia lebih kuat dari kakeknya Anshar. Kemudian terjadilah Enlil (nama yang sama di Sumer). Dengan demikian terkumpullah dewa-dewa klasik: Anu memerintah di langit, dewa Ea-Enki menguasai air, ilmu pengetahuan dan kuasa mantra bawah bumi; dan Enlil tuhan daripada dunia yang dihuni, yakni bumi.                   
      Tetapi Ea, yang merupakan yang besar di kalangan dewa-dewa – sebagaimana juga bagi bangsa Sumer,  sekarang bersamaan dengan waktu dan karena gangguan terhadap siatuasi dewa-dewa, memberikan tempat utama bagi anaknya, Marduk. Ini bersesuaian dengan situasi perubahan politik: Dewa-dewa kaum Sumer harus dijadikan dibawah dewa Marduk pujaan orang Babylonia, sebagaimana para pimpinan daerah kaum Sumer harus tunduk kepada Raja Babylonia, agar Sumer tidak hancur samasekali. Campurtangan Marduk menyingkirkan gangguan keseimbangan di kalangan dewa-dewa, sebagaimana kemenangan kaum Babylonia menundukkan para pengganggu di daerah Sumer lalu membawa kembali keteraturan.
     
Mytos juga memberitahu adanya krisis di dunia dewa-dewa dan peranan Marduk, yang menjadi pencipta dunia yang sebenarnya.
      Perkembangan khaos menjadi kosmos yang teratur bukan tanpa gerakan (proses), kadang-kadang terjadi gerakan yang sangat hebat: Di antara Lautan-langit Apsu dan Air Asin (si Laut) para dewa-dewa muda berkelakuan di luar kebiasaan: “Mereka menari-nari, melompat-lompat berputar di tengah rumah-langit. Mereka tidak menahan teriakan mereka di tengah Apsu. Mereka mengganggu Tiamat dengan perbuatan-perbuatan yang kasar, mereka membingungkan perhatiannya....” Itulah cara untuk membangunkan khaos, agar pemunculan (adanya) dunia dipercepat. Apakah hal itu hanya menunjukkan ketegangan yang terjadi dalam diri khaos saja, atau apakah ada di sana kebiasaan yang sering terjadi? Penulis bernama Leo Oppenheim mengatakan bahwa keadaan itu hanya semacam permainan daripada kehendak-kehendak yang bertabrakan, dan merupakan suatu peristiwa incest di zaman purba itu. Makanya dalam teks itu tertulis: “Itu merupakan usaha/perbuatan yang di luar kebiasaan.” Selanjutnya, “Perlakuan itu mengecewakan Apsu, baginya itu suatu yang menyakitkan, karena mereka sudah dewasa....” Bagian teks selanjutnya rusak. Jadi hanya dapat diduga bahwa perbuatan itu hanya suatu khaos-purba yang biasanya melawan aturan kemasyarakatan dalam keluarga. Tetapi harus diingat, bahwa Tiamat sudah diperkenalkan sebagai khaos.
      Sebagaimana direncanakan, perilaku para dewa itu mengecewakan Apsu. Keributan itu mengganggu tidurnya. Teriakan-teriakan para dewa membuat Apsu tidak bisa tidur. Lalu Apsu memutuskan untuk membinasakan semua keturunannya itu.
      Dengan cara rashasia, rencana Apsu itu dibocorkan kepada dewa Ea, lalu “membuat Apsu tertidur, merantainya dan membunuhnya, dan menaruh rumahnnya di bawah bumi. Ea bersama isterinya Damkina sekarang tenang menduduki kebesaran, dan saat inilah Marduk lahir.  Kakeknya Anu mendatangkanAngin dan menjadi badai. Angin dan badai itu mengganggu si Laut Tiamat. Karena dewa-dewa mengganggu ketenangannya, Tiamat menyatakan perang terhadap para dewa muda.
      “Ibu dari dunia bawah, yang membentuk segala sesuatunya”, memilih dari antara  dewa-dewa anak sulung mereka Kingu menjadi suaminya. Dialah, dengan menggunakan segala kekuatan khaos,  diharapkan akan memimpin pertempuran melawan pembangun bumi, Marduk.
Sampai di situ berita dari batu bertulis pertama.
      Batu bertulis kedua dan ketiga memberitakan persiapan pertempuran oleh kedua belah pihak. Juga sebagian isi batu bertulis keempat  berbicara tentang hal ini. Lalu dilanjutkan lagi dengan uraian tentang pertempuran khaos melawan kekuatan-kekuatan baru, yang ingin mengatur dunia, dan Marduk sebagai pemimpinnya.
      Inilah ringkasan dari berita itu (diambil dari Jockel, Götter und Dämonen, h.35-38): Dewa-dewa mencoba menaklukkan Apsu. Lalu bersepakatlah Apsu dengan Mummu. Mereka pergi menjumpai Tiamat, untuk memohon agar dia mendampingi mereka melawan anak-anak para dewa. Tiamat memutuskan bahwa dia bersama Apsu dan Mummu akan menghabisi anak-anak para dewa. Tetapi dewa Ea, yang maha tahu, membaca beberapa mantera, dan membuat Tiamat dan Apsu menjadi lemah. Lalu Ea dan isterinya Lachamu memperlengkapi Marduk, si pahlawan, dengan empat mata dan empat telinga, sehingga dia dapat mendengar segala sesuatunya. Pidato Marduk menjadi seperti api yang menyala-nyala dan bersinar, dan wujudnya melebihi semua dewa lainnya.  Dia adalah putera matahari, putera musim bunga, yang menaklukkan kegelapan.
      Dewa Kingu, suami dari Tiamat, menyeru Tiamat mengadakan pembalasan. Lalu Tiamat mengumpulkan bala tentaranya; dia panggil sebelas pasukan yang luar biasa untuk berperang dan dia menyerahkan tugas kepada suaminya sebagai panglima. Ea memimpin para dewa melawan Tiamat dan pasukannya. Tetapi Ea tidak mendapat kemajuan. Pertempuran hebat terjadi. Ea dan dewa-dewa dikalahkan dan disingkirkan. Sewaktu Anschar mengajak Ea untuk melanjutkan pertempuran, Ea menolak melakukan pertempuran baru. Sekarang Anschar memerintahkan anaknya Anu, memimpin para dewa dengan pasukan yang sangat kejam melawan Tiamat. Tetapi ketika Anu melihat pertahanan musuh, dia sangat takut dan dia meminta agar penugasannya dicabut. Lalu para dewa yang tanpa pemimpin itu  pergi membujuk Ea agar dia menyuruh puteranya, Marduk, untuk memimpin pertempuran dan mengambil alih jabatan komandan (panglima). Marduk bersedia bertempur, dan berdiri di hadapan Anschar dan berkata: “Sebelum engkau selesai berkata-kata, saya akan melaksanakan perintahmu. Bagaimana mungkin kami takut di hadapan Tiamat, seorang wanita?: “Bagus”, kata Anschar, “tenteramkan Tiamat, agar dia memelihara damai!” Marduk meminta hadiah yang sangat tinggi, apabila dia menang. Dia inginkan menguasai aula-penentuan-nasib, di mana dewa-dewa menentukan nasib-perjalanan dunia  setiap tahunnya, dan terutama dia minta agar dia memiliki harkat dewa tertinggi di atas semua dewa. Apa yang dikatakannya harus dituruti para dewa dan manusia di bumi dan di langit (sorga).
      Anschar seorang diri tidak dapat menjawab permintaan Marduk itu. Lalu dia memanggil para dewa untuk bersidang di aula-penentuan-nasib, dan menyediakan makanan enak-enak di sana. Diharapkan setelah makan dan minum mereka akan membujuk Marduk untuk mempertimbangkan permintaannya kembali dan memperhatikan bahaya besar yang akan mengancamnya. Semua dewa-dewa datang ke aula-penentuan-nasib dengan penuh ketakutan dan keterkejutan; mereka saling mencium bersalaman, duduk di kursi-kursi dan mulai makan dan minum. Sewaktu mereka semua sudah mabuk, mereka mengigau agar tidak mematuhi permintaan dewa Marduk. Mereka menganggap Marduk tidak mampu memerintah. Tetapi Marduk meminta, agar para dewa memberikan bukti atas kesediaan mereka mengabulkan permintaannya, bahwa dia (Marduk) punya kuasa dan kekuatan sebagai penguasa atas dewa-dewa. Lalu para dewa membentangkan sehelai kain di hadapan Marduk dan menyerukan: “O, Marduk, kau yang minta memiliki kekuatan ilahi untuk memerintah dunia! Firmanmu cukup untuk menciptakan dan memusnahkan! Perintahkanlah dulu, sehingga kain ini hilang; lalu perintahkanlah lagi agar kain itu kembali ada!” Lalu Marduk mengucapkan kata-katanya yang penuh kekuatan, dan kain itu segera hilang (musnah); dan kemudian dia mengucapkan kata-katanya yang berkekuatan itu, dan kain itu kembali ada dalam sekejap. Setelah para dewa melihat hal itu, mereka berseru: “Marduk menjadi Pemimpin (Tuan) kita!”
      Marduk mendapat tongkat, kursi tahta dan kapak sebagai tanda kekuatan kuasanya, dan menggunakan kuasanya itu dengan memakai alat tersebut. Dengan kekuatan firmannya, Marduk menciptakan busur dan anak-anak panah, tungku dan alat masak, kilat, jaring, untuk menangkap Tiamat, membuat angin dan badai, air bah dan kereta perang. Lalu dia berwujud yang sangat menakutkan dengan rumput di tangan, rumput yang dapat menangkal racun Tiamat agar tidak merusak. “Maju berperang!, seru Marduk, “Harus diputus nafas hidup Tiamat!”
      Sewaktu Tiamat melihat kekuatan senjata perang Marduk, Tiamat sangat ketakutan. Lalu Tiamat merafal mantera dan menyapa Marduk dengan hinaan. Tetapi  Marduk menjawabnya dengan Zyklon (angin badai), senjatanya, dan berseru:  “Hai Engkauyang bersuamikan Kingu dan bersamanya telah menetapkan untuk membuat hal-hal buruk dan ingin manghabisi semua dewa, marilah sini, agar kita berperang dan saling ukur kekuatan!“ Tiamat semakin memperkuat manteranya untuk melakukan pembalasannya, tetapi Marduk menyuruh badai datang membalas, dan membuat Tiamat tidak bisa menutup mulutnya sehingga menganga terus. Lalau Marduk meniup tubuh Tiamat dengan badai yang mengamuk dan Marduk menembakkan panah ke kerongkongan Tiamat, lalu panah itu menghujam sangat dalam dan  menusuk hati Tiamat. Lalu Marduk membelenggu Tiamat, melemparkannya dan Marduk sebagai pemenang menginjak-injak tubuh Tiamat.
      Tiamat sangat terkejut dan hendak mencoba melarikan diri. Tetapi Marduk menangkapnya lagi, dan meremukkan sejata Tiamat dan menangkap Tiamat dengan jaring. Kemudian Marduk membelah tubuh Tiamat menjadi dua bagian, dan dari belahan inilah terbentuk Langit dan Bumi. Marduk menyuruh penjaga dan memerintah mereka, agar tidak menurunkan hujan dari langit. Sebagai bagian dari langit, Marduk menciptakan Lautan, dan menjadi tempat tinggal dewa Ea. Demikianlah Marduk menciptakan Langit, Bumi dan Laut, dan mengaturkan dewa-dewa yang menguasainya: Anu mendapatkan Langit; Enlil (Bel) mendapatkan Bumi; dan Ea mendapatkan Laut.Dengan demikian juga Marduk membuat aturan di kalangan dewa-dewa. Kemudian Marduk menciptakan bintang-bintang dan mengatur peredaran orbit di langit. Di masing-masing dua sisi langit Marduk membuat pintu, dari mana matahari terbit dan di mana matahari terbenam. Lalu Marduk menentukan wujud dari pada bulan. Sewaktu para dewa mengeluh, bahwa tidak ada yang menyediakan makanan bagi mereka dan yang memberikan persembahan kepada mereka, Marduk memenuhi permintaan mereka. Untuk itulah Marduk menciptakan manusia, yang tugasnya untuk memuliakan para dewa dan memberikan makanan bagi mereka.

      Batu bertulis keempat menerangkan perbuatan-perbuatan Marduk berikutnya, yang mengaturkan penataan dunia. Dia mulai mengadakan pembangunan bumi dan pengorganisasian di dunia. Menurut kehendaknya sendiri Marduk menciptakan Kosmos, setelah dia akhirnya memenangkan adu kekuatan dengan Khaos. Sekarang yang berikutnya dia mengorganisasi pemahaman, yang mengatasi pengaruh-pengaruh keinginan dan kekuatan-kekuatan Khaos.  Melalui pembelahan tubuh Tiamat, Marduk menjinakkan khaos dan menetapkan bentuknya. Dua bagian bentuk dari dunia, yakni langit dan bumi, sekarang terbentuk. Marduk mengatur Langit, menjelajahinya dan memeriksa lokasi-lokasi yang ada di sana, serta menentukan dewa Badai mengatur dunia para dewa. Sebagaimana dia telah membangun istana bagi ayahnya Ea di Apsu, demikian juga Marduk membangun satu tempat tinggal baginya, yang merupakan gambarnya, yang dinamai Escharra: Tempat tinggal ini lah Langit (sorga).
      Penguraian tentang penataan Langit oleh Marduk, memberi kesempatan bagi penyair untuk memaparkan pandangan astronomi orang Babylonia: batu bertulis kelima berisi pemaparan tentang segala sesuatunya yang diketahui manusia mengenai kontelasi-konstelasi dan penentuan ekliptik, konjunksi daripada perbintangan dan tentang Binatang.
      Sungguh sangat berarti sekarang hal yang dipaparkan di sini tentang astronomi. Karena paparan itu memberi penjelasan bahwa menurut orang Babylonia penciptaan dunia tidak selesai sekali untuk selamanya dan sempurna di saat sebelum ada waktu. Justru penciptaan dunia itu terjadi setiap tahun sejalan dengan bersinarnya matahari dan di awal tahun selalu berulang diperbaharui. Seperti pengulangan kemenangan Marduk sebagai Terang, Dewa Matahari, mengalahkan Kekuatan kegelapan, dunia bawah, kuasa air, atau mengalahkan Tiamat.
      Setengah dari tubuh Tiamat digunakan membentuk Langit. Setelah itu bagian yang lainnya dari tubuh itu digunakan untuk membentuk bumi. Di bagian atas dari Lautan Air itu  Marduk mengumpulkan awan. Kemudian Marduk menggunakan bagian-bagian tubuh Tiamat membentuk benda-benda lainnya: Dari kepalanya dijadikan pegunungan. Dari matanya dibuat Sungai Tigris dan Sungai Eufrat.  Dari dadanya dibuat bukit-bukit yang subur. Punggungnya dibuat jadi penopang bumi. Lalu Marduk membentangkan jaringnya untuk memisahkan langit dan bumi.
      Dengan demikian selesailah pengorganisasian (penataan keanggotaan) kosmos. Dalam pengorganisasian tidak ada pemisahan, karena Marduk mengurus tata-aturan dan harmoni Kosmos.: “Dia memperkuat ketertautan dan harmoni antara Langit dan Bumi, sehingga mereka terus menjalankannya.  Dari ekor Tiamat, Marduk membuat tali pengikat Langit dan Bumi.
      Kekuatan yang luarbiasa (si Raksasa), yang membantu Tiamat dalam berperang melawan Marduk, diubahkan oleh Marduk menjadi patung. Patung-patung itu dibuat menjadi penopang gerbang Apsu, yang merupakan dasar bumi, yang dari sana matahari terbit dan ke mana matahari terbenam.
     
Dengan demikian sebenarnya berakhirlah penciptaan dunia. Yang masih sisa adalah penciptaan manusia.
      Tubuh Tiamat itu dipotong-potong seperti memotong-motong ikan kering, dan itu lah anggota-anggota Tiamat. Sebenarnya keterangan itu menjelaskan bahwa Tiamat, yang juga dipandang sebagai raksasa laut , pernah membuat si Raksasa Kingu menjadi suaminya, dan juga raksasa-raksasa yang lain dipanggil untuk melawan para dewa. Di sini Tiamat tampaknya sebagai Ular-purba, sebagai naga di Khaos, yang persembahan kepadanya sangat menentukan dalam hal pengaturan di lingkungan pemberian kurban di kemudian hari.
      Dalam tradisi lainnya tampak bahwa tradisi-tradisi Sumer dipelihara, khususnya tentang Laut-purba, dan tentang pemisahan Langit dan Bumi. Cerita-cerita yang asli dari Babylonia  memberitahu tentang bagaimana Marduk menciptakan tanah keras: Marduk menganyam satu tikar dari pandan, dan angin mengisi/meniupkan debu-debu ke sana, lalu debu-debu itu diubah menjadi tanah keras.
     
Di pesta perayaan tahun baru, syair Enuma Elisch selalu dibacakan, karena diyakini bahwa setiap tahun selalu ada penciptaan yang baru. Bagaimana Perayaan itu dilakukan dan artinya, perlu disimak.
      Munculnya tahun baru merupakan munculnya permulaan waktu, dan pengulangan kosmogoni. Dengan drama peperangan dan perayaan yang orgiastis  hendak diterangkan bahwa pada saat akhir tahun dan saat menanti tahun yang baru, berulanglah peralihan perubahan Khaos menjadi Kosmos.
      Seremoni perayaan tahun baru di Babel disebut akitu, suatu pesta yang sudah sangat tua, yang sebenarnya sudah dirayakan juga di zaman Sumer. Sering dirayakan juga di awal tahun di siang hari dan malam hari  - di bulan Nissan, demikian juga di siang dan malam hari di musim gugur – di bulan Tischritt.
      Seremoni itu berlangsung duabelas hari. Dalam ritus pesta dituliskan, bahwa imam Urigallu  yang bekerja di kuil Ekua, setelah selesai makan malam, dengan mengangkat tangan membacakan Enuma Elisch dari awal hingga akhir. Pada waktu itu bagian depan daripada mahkotamilik Anu dan tahta daripada Enlil harus ditutupi.
      Dengan berbuat demikian, Babylonia mengaktualisasi pertempuran Marduk melawan kuasa-kuasa Khaos , si raksasa laut Tiamat. Bahwa perayaan ini benar-benar menyekarangkan peristiwa penciptaan kosmogoni itu, tampak dari ritus-ritus, dalam rumusan-rumusan yang disampaikan dalam seremoni tersebut. Dua kelompok pemain drama melakukan permainan pertempuran antara Marduk dan Tiamat. Permainan itu bukan hanya mengingatkan pertempuran itu, melainkan juga mengaktualisasi kosmogoni, peralihan khaos ke kosmos. Mytologi itu benar-benar seolah-olah terjadi sekarang. “Mudah-mudahan terus terjadi, bahwa Tiamat dikalahkan dan hari-harinya dipersingkat,” seru imam. Pertempuran dan kemenangan dalam penciptaan itu saat itu disekarangkan.
      Dalam kerangka seremoni akitu itu dilakukan juga pesta Undian, pesta nasib zakmuk, di saat mana diramalkan apa yang terjadi di duabelas bulan yang akan datang itu dan dua belas bulan itu diciptakan. Itu merupakan suatu ritual yang diterangkan oleh berbagai tradisi.
      Pesta akitu merangkum bagian-bagian dari drama yang menunjukkan pemusnahan waktu yang sudah berlalu dan penciptaan kembali khaos dan pengulangan tindakan-tindakan penciptaan dunia.
      Aksi dalam seremoni itu menerangkan bagaimana Tiamat diatasi dan memberi arti kalau mengingat kembali zaman mytologi itu, yang menunjukkan proses penciptaan. Menurut pertunjukan itu segala-sesuatu itu masuk di kedalaman air – purba itu, ke dalam apsu. Dipertunjukkan juga “karnavalisasi raja”, ‘penurunan’ penguasa resmi dan penghancuran segala tatanan yang ada. Orang Babylonia meneritakkan kekacauan universal, penghancuran segala tatanan dan kekuasaan, orgie dan khaos. Dipertunjukkan juga adanya air bah yang menutupi segala sesuatunya dan mematikan semua manusia, dan menantikan munculnya yang baru, membuat kembali adanya manusia yang baru.
      Penciptaan dunia yang terjadi dahulu di permulaan waktu, sekarang diaktualisasi (seolah-olah terjadi sekarang). Manusia ikut serta dalam karya kosmogoni ini walaupun terbatas, dan keikutsertaan ini membuat manusia menjadi makhluk yang sezaman dengan awal kosmogoni.
      Hierogami, pasangan suci suami-isteri raja di kuil pelacuran-suci menunjukkan “kelahiran kembali” dunia dan manusia.
      De la Saussaye, peneliti agama, menerangkan sebagai berikut: “Mytos penciptan dunia menjelaskan, bahwa pada saat mula-mula matahari-tahun-baru berada di dunia bawah, daerah tertutupi air . Itulah yang terjadi menurut mytos di zaman khaos-purba dan ari-bah. Munculnya matahari-tahun baru itu dari daerah tertutupi air itu merupakan pertanda kemenangan Terang melawan Kegelapan, kemenangan dewa tahun baru melawan airbah-purba, itulah masa penciptaan dunia atau kebaharuan yang benar-benar terjadi, di mana tempat-tempat para dewa di langit dan di bumi dibangun, karena sebelumnya  tanah tertutupi airbah. Semakin jelas diterangkan dalam mytos itu proses-proses alamiah dalam perjalanan tahun. Di musim dingin  matahari mengamankan daerah air untuk hewan-hewan. Tampaknya munculnya matahari-tahun-baru itu dari daerah penuh air itu merupakan  kemenangan dewa-tahun-baru di sepanjang tahun melawan kuasa-kuasa di bawah bumi yang menguasai musim dingin. Dalam pesta tahun baru itu dirayakan kemenangan dewa matahari itu. Pada hari itu diulangi pagi penciptaan dunia sepanjang tahun; Marduk, sebagai dewa-tahun-baru, merayakan kemenangan atas khaos-purba dan memperbaharui dunia. Pemahaman yang sama juga terhadap perjalanan hari: Matahari pagi menghilangkan kegelapan malam dan mengusir segala roha-roh jahat. Setiap pagi merupakan gambaran dari pada saat pagi-penciptaan, yang dipertunjukkan dalam bentuk kecil.”

      Penciptaan manusia dapat ditemukan dalam berbagai cerita. Mirip dengan apa yang diceritakan oleh bangsa Sumer. Sebagaimana dipahami bangsa Sumer, bangsa Babylonia tidak melihat manusia sebagai mahkota ciptaan, tetapi sebagai pelayan bagi para dewa. Dari syair yang ada dalam Enuma Elisch hal itu dapat diketahui:Manusia diciptakan , sehingga ada yang melayani para dewa dengan Kultus dan Pemberian persembahan. Setelah Tiamat dan Kingu dikalahkan, para dewa mengeluh bahwa tidak ada yang mempedulikan mereka dan memberi mereka kurban persembahan.
      Marduk ingin mengabulkan permintaan para dewa itu, tetapi tidak asal dikabulkan begitu saja. Kalau dalam tradisi Sumer, dewa Ea yang sangat ditonjolkan sebagai pencipta manusia, penyair-penyair Babylonia menggeser peranan Ea itu, dan menggantinya dengan peranan Marduk dalam penciptaan manusia. Diceritakan dalam Enuma Elisch:

      Sewaktu Marduk mendengar ucapan para dewa,
      Dia memutuskan, untuk menciptakan suatu karya besar.
      Dia mengerti ucapan itu dan berbicara dengan Ea,
      Untuk menanyakan pendapatnya tentang rencana itu,
      Yang telah mencerahi pikirannya:
      ‘Satu tenunan dari darah akan saya buat, tulang-tulang akan saya bentuk,
      agar  terbentuklah suatu wujud: Manusia menjadi namanya.
      Saya akan menciptakan  suatu wujud, manusia.

      Kepadanya akan diembankan pelayanan terhadap para dewa.’”
Penciptaan manusia akan membawa pembebasan dari ancaman hukuman mati  bagi para dewa yang dikalahkan itu, yang masih bercucuran air mata menantikan hukuman mereka. Rencana Ea itu bermaksud agar manusia mengenakan kepada dirinya kematian yang menakutkan itu, sebagai ganti para dewa.
      Tetapi satu syarat dituntut agar hal itu dapat dipenuhi, yakni salah satu dari dewa yang dikalahkan itu harus dibunuh. Para dewa yang dikalahkan itu setuju usulan itu dan memutuskan, agar Kingu harus mati, yakni “dewa yang menggerakkan adanya perang, dan yang mendorong Tiamat mengadakan pemberontakan, dan yang telah memulai pertempuran”. Lalu para dewa membelenggu Kingu,
      “... menuntun dia ke hadapan Ea.
      Mereka membuat dia memikul hukuman itu,
      Mereka menyayat urat nadinya.
      Dari darahnya dia menciptakan manusia.
      Dia mengaturkan kepada mereka pelayanan kepada para dewa.
      Untuk membebaskan mereka darinya.”

Demikianlah Ea menciptakan manusia. Lalu Marduk membagi para dewa itu, ada dewa yang atasan, dan ada dewa yang bawahan.Para dwa yang ada di bawah dunia penuh syukur kepada Marduk yang memenuhi keinginan mereka, lalu mereka membangun satu kuil bagi Marduk. Marduk menerima usulan dan perbuatan mereka, dan menetapkan kota Babylonia sebagai tempat mendirikan kuil itu. Satu tahun selesailah kuil itu dibangun dan menaranya menjulang ke langit. Lalu Marduk menunjuk kuil itu sebagai tempat tinggal bagi Anu, Enlil (Bel) dan Ea. Kemudian Marduk berkata kepada para dewa: “Ini adalah Babel, Gerbang Dewa, Tempat rumah kita.”.
      Marduk mengundang para dewa untuk mengadakan pesta makan-makan di kuilnya. Setelah selesai makan dan minum, dan meja-meja dibersihkan, Marduk mengaturkan kepada mereka hukum-hukum  untuk memelihara dan mempertahankan keteraturan dunia.
      Dengan demikian selesailah tugas/kegiatan Marduk sebagai ahli pembangun dunia. Setelah Kingu, wujud daripada kuasa-kuasa perusak, menderita hukumannya, sekarang aturan (penataan) berjalan di dunia, baik di kalangan para dewa  dan di atas bumi.

      Menurut mytos kosmogoni lainnya, juga diberitahu tentang manusia sebagai pelayan bagi para dewa, diciptakan dari darah salah satu atau beberapa dewa dewa yang dikurbankan. Pencipta manusia itu adalah dewa Marduk dan dewa Ea, yang di dalam beberapa tradisi dikatakan dibantu (digantikan) oleh dewa-dewa perempuan bernama Aruru, Mami, Nintud, dan Ninhursag. Semua dewi-dewi ini merupakan penampakan daripada Ibu Agung, dewi Belet-ili.
      Berita Penciptaan manusia oleh Mami mengatakan bahwa para dewa telah memutuskan, untuk menciptakan manusia, “agar mereka memikul beban dunia”.
      Mereka menyeru sang Dewi.... Sang Ibu,
      Dewi yang paling menolong, sang Mami yang bijaksana:
      Engkau lah sang pelahir-purba, yang (akan) menciptakan manusia.
      Ciptakan jugalah Lullu, sehingga dia memikul kuk...
      Kiranya dia dibentuk dari tanah liat, hidup (?) karena darah.”
      Enki (Ea) mengusulkan:
      “Salah satu dewa harus disembelih,
      Dan dewa-dewa lainnya harus dibersihkan
      melalui peradilan(?)
      ‘Dengan  dagingya dan darahnya
      Nin-Hursag mencampur tanah liat.
      Dewa dan manusia
      dengan demikian dibersihkan dalam tanah liat.”

      Teks lainnya berbicara tentang Ea, “yang menciptakan manusia, agar melayani para dewa. Ea adalah tuan dari umat manusia, yang tangannya telah menciptakan manusia”.
      Menurut salah satu kepingan teks dikatakan bahwa Ea naik dari dalam Lautan, lalu menciptakan dua orang manusia, yang wujudnya sungguh sangat cantik dan menawan.
      “... lalu muncullah Ea dan membangun dua wujud’
      yang dalam seluruh bagian penampakannya (wujudnya)
      sangat mulia.”

Teks yang menceritakan bagaimana Mami mencipta rusak dan sulit memahaminya. Teks itu menceritakan bagaimana prosesnya Mami dan Ea menciptakan manusia. Setelah sang dewi mengatakan suatu sumpah,
      “....dia mengambil empatbelas genggam tanah liat:
      Dia menaruh tujuh genggam di tangan kanan;
      dia menaruh tujuh genggam di tangan kiri.
      di tengah-tengah dia menaruh batu bata
      Ea berlutut di atas sebuah tikar dan membuka
      pusar (dari patung tanah liat kecil itu).
      ....
      Dari kedua kelompok yang dibentuk sang ibu dilahirkan
      tujuh laki-laki;
      dan lahir tujuh perempuan.
      Sang-Ibu (sang dewi) yang melahirkan itu,
      yang menciptakan nasib
      dia melengkapkan baginya.
      Mami memuji bentuk-bentuk yang laki-laki.”

      Di sini manusia diciptakan, di mana Mami membuatnya dalam bentuk-bentuk yang terbuat dari tanah liat dan memberikan hidup kepada mereka.
     
Dalam berbagai teks diceritakan bahwa penciptaan manusia itu ibarat bagaimana penjunan bekerja.
      “Ea menciptakan sebuah patung di dalam hatinya
      membentuk..... seorang manusia-asinnu.”
Atau: Dewi Aruru
      “....menciptakan dalam hatinya
   suatu gambar rupa Dewa Anu. Aruru menggiatkan tangannya, menukangi tanah liat itu, melemparkannya ke tanah,
      (dan dengan demikian) terciptalah seorang manusia yang sangat kuat (gagah).”

Manusia purba itu dalam teks ini dinamai Eabani.

Tentang penciptaan perempuan sangat sedikit diceritakan dalam mytos Babylonia. Di atas sudah diberitahu tentang penciptaan tujuh laki-laki dan tujuh perempuan oleh Ea  dan dewi Mami, tetapi cerita yang ada dalam Gilgamesch -  Epos (cerita tentang pengembaraan  yang berisi kepahlawanan Gilgamesh)diberitahu peranan seorang perempuan-purba. Teks itu memaparkan, bahwa Eabani, manusia purba yang mirip wujud binatang.
      ... bersama dengan rusa-rusa memakan rumput,
      bersama lembu dia mengenyangkan dirinya
      dengan minuman-minuman,
      bersama dengan riak-riak air dia menyenangkan dirinya.

Sederet nama pemburu, yang sangat takut kepada pahlawan yang gagah ini, menuntun seorang perempuan kepada Eabani. Perempuan itu menarik manusia-purba itu ke dalam kemahnya, sehingga dia terpisah dari teman-temannya binatang selama enam hari tujuh malam. Sewaktu dia kembali kepada teman-temannya binatang, mereka sangat merasa malu di hadapannya, dan mereka melarikan diri dari hadapannya. Lalu Eabani pergi lagi kepada perempuan itu dan mereka tinggal di kota Erech. Tetapi di sana, Eabani sangat  berlelah dan menderita karena perempuan  itu, lalu dia melarikan diri. Isi teks ini tidak berbicara tentang manusia pertama dan isterinya, melainkan berbicara  tentang seorang pemburu dan salah satu kota.
      Gilgamesch – Epos jelas juga berbicara tentang manusia bisa mati.: Ketika pahlawan Gilgamesch lama keliru jalan di taman para dewa yang sangat cantik di pinggir Laut, dia bertanya kepada dewiSiduri-Sabitu, penghuni taman itu, apakah dia hidup atau apakah nasib kematian akan menjemputnya, seperti temannya Eabani.  Dewi itu menjawab:
      “Hidup yang engkau cari itu, tidak akan engkau lihat.
      Ketika para dewa menciptakan manusia,
      para dewa telah menaruh nasib kematian kepada manusia,
      tetapi kehidupan berada di tangan mereka (para dewa).”

Sebagai ilustrasi tentang nasib manusia itu, ada cerita legenda, yakni Legenda Adapa, menceritakan nasib manusia purba. Adapa, manusia purba, yang tercipta oleh tangan Ea, memiliki kemampuan “melihat bagian dalam daripada sorga”. Tetapi satu hal yang tidak dia miliki dalam kekayaan rohaninya adalah: “kehidupan kekal”.
      “Dia (Ea) memberikan kepadanya hikmat,
      Tetapi dia tidak memberikan kehidupan kekal kepadanya.”
Dari itu tampak, bahwa Adapa, berbeda dari Eabani yang mirip binatang, telah mengalami perkembangan kemanusiaan yang lebih tinggi. Selanjutnya dalam legenda Adapa diceritakan: Adapa bekerja sebagai imam di Eridu.  Dialah penjaga kota Eridu, yang memegang kunci gerbang Eridu. Bersama dengan tukang-tukang roti, Adapa bekerja sebagai tukang roti. Dengan tangannya yang bersih (suci) dia menyediakan “penganan” bagi tempat suci Esagila. Tidak ada penganan di sana kalau Adapa tidak menyediakannya. Untuk itu dia setiap pagi harus naik kapal pergi ke laut untuk menangkap ikan. Apabila Ea membentangkan kemahnya, Adapa meninggalkan Eridu dan pergi ke pekerjaannya pada malam hari.
      Suatu kali Adapa pergi ke laut menangkap ikan, tetapi permukaan air yang dulunya tenang seperti permukaan cermin, tiba-tiba diserang angin selatan, dan menenggelamkan Adapa ke dalam laut. Oleh karena itu Adapa sangat marah, lalu dia mematahkan sayap angin selatan tersebut. Sehingga selama seminggu (tujuh hari) angin selatan tidak beisa bertiup ke darat. Ketika dewa tertinggi Anu mendengar perbuatan memalukan ini, dia menyampaikan pesan kepada Adapa melalui seorang utusan, bahwa dia harus membuat perhitungan. Ea, pencipta Adapa, memberikan ciptaannya ini suatu aturan bersikap. Dia katakan kepada Adapa: Apabila engkau tiba di ruangan para dewa, lakukan dan katakanlah: pertama-tama engkau harus mengenakan pakaian berkabung, sehingga engkau menggerakkan rasa belas kasihan dari pada dua penjaga gerbang, dan kemudian engkau dapat mengatakan sesuatu kepada Anu.  Dan
      “... ketika engkau tiba di hadapan  Anu,
      apabila orang akan menawarkan kepadamu makanan (roti) kematian;
      jangan makan itu. Apabila orang akan menawarkan kepadamu air kematian;
      jangan minum itu! Apabila orang akan menawarkan kepadamu suatu pakaian;
      pakailah itu! Apabila orang akan menawarkan kepadamu minyak, lapukanlah itu kepadamu!
Bermodalkan nasihat ini, Adapa naik ke sorganya Anu bersama dengan utusan para dewa itu. Ketika dia tiba di gerbang pintu masuk ruangan para dewa, dia menemui dua pengawal yang ada di sana, Tammuz dan Geiszida, yang kasihan melihat  Adapa memakai pakaian berkabung. Kemudian Adapa berada di hadapan Anu, dan Anu menyapa dia:
      “Baiklah, Adapa! Mengapa engkau mematahkan sayap angin selatan? Adapa menjawab Anu: Tuanku! Di rumah tuanku di tengah Laut, saya menangkap ikan. Permulaan laut tenang seperti muka cermin, tetapi tiba-tiba angin selatan bertiup dan menenggelamkan saya, ... Ketika itu hatiku sangat marah, (lalu saya mematahkan sayap angin selatan).

      Mendengar keberanian Adapa yang berlebihan itu, dewa Anu naik kemarahannya sampai ke tingkat tertinggi, lalu berkata keras kepada Adapa: “Tak ada belas kasihan!” Tetapi para pengawal itu mengatakan kata-kata yang membujuk Anu. Dengan kata-kata itu Anu menjadi tenang dan segera mengubah sikapnya, sehingga dia ingin menghadiahkan kehidupan indah-indah yang ada di tengah sorganyakepada Adapa
      “Kenapa Ea telah mengungkapkan kepada manusia yang tak sopan itu
      bagian-bagian dalam daripada langit (sorga) dan bumi,
      kepadanya diberi kehormatan dan diberikan nama kepadanya?
      Kita, apa yang harus kita perbuat kepadanya?”
Lalu Anu memerintah:
      “... Makanan (roti) kehidupan
      jemput baginya, sehingga dia bisa memakan(nya).”
Sewaktu makanan itu dibawa kepada Adapa, dia tidak memakannya., dan dia tidak meminum air yang disuguhkan. Tetapi dia mengenakan pakaian yang disodorkan kepadanya, dan melapukan ke badannya minyak yang diberikan kepadanya. Melihat perbuatan itu, Anu heran, lalu berkata:
      “Mengapa engkau tidak makan, tidak minum,
      apakah engkau tidak ingin hidup lama?”
Adapa menjawab:
      “Ea, Tuanku,
      memereintahkan: jangan makan dan jangan minum!”
Lalu dewa Anu memerintahkan agar Adapa dikembalikan ke bumi...

          Sampai di sini telah dibicarakan tentang penciptaan langit, bumi dan manusia menurut tradisi Babylonia. Dewa Ea telah menciptakan manusia dari darah dewa yang berdosa, yakni dewa khaos. Diurat nadi manusia memang mengalir ke-dewa-an tetapi yang busuk, yakni darah yang dilumuri dosa dan kematian. Para dewa telah meninggalkan dosa dan kematian di bumi, dan dengan demikian kejahatan-kejahatan terjadi di dunia. Para dewa bukanlah wujud yang tak terjangkau, tetapi merupakan wujud yang berhadap-hadapan dengan manusia berdosa. Para dewa tidak berada di dunia seberang dunia manusia, sebab dunia ini adalah keseluruhan (suatu keutuhan).  (Dari cerita Khoury dalam So machte Gott die Welt, h.145-164).                         









Comments