Mytos Mesir kuno tentang penciptaan (ARKEOLOGI ALKITAB)


TEMUAN ARKEOLOGI YANG MENDUKUNG BERITA PENCIPTAAN

MYTOS MESIR TENTANG PENCIPTAAN 

1.   Dalam Perjanjian Lama diberitakan tentang Penciptaan Langit dan Bumi serta segala Isinya, dalam benang-benang cerita yang berbeda, lalu kemudian dikombinasi. Cerita pertama berasal dari penulis benang cerita Elohist (E) (disebut demikian karena penulis menggunakan hanya nama Elohim). Kemudian cerita kedua berasal dari penulis benang cerita Yahwis-Elohist (YE) (disebut demikian karena  penulis menggunakan kombinasi nama Yahweh (Yahowa) dan Elohim). Penulis Elohist  menggali berita penciptaan itu dari cerita-cerita rakyat dan diisraelisasi. Penulis Yahwist-Elohist juga menggali berita penciptaan yang ditulisnya dari cerita rakyat dan diIsraelisasi. Redaktor Perjanjian Lama mengkombinasi dua cerita tersebut menjadi cerita bersambung yang dapat dibaca dalam Perjanjian Lama yang ada sekarang (Kejadian 1 dan 2). Bahan-bahan yang digunakan E dan Y tidak dapat ditemukan, tetapi unsur-unsur cerita itu dapat dijajaki dalam cerita-cerita penciptaan yang hidup di kalangan bangsa-bangsa sekitar Israel. Misalnya di Mesir Kuno, Sumer-Kuno dan Babylonia Kuno.
2.     Ada banyak naskah ditemukan dari Kerajaan Mesir Kuno, yang menceritakan berbagai hal. Cerita itu berasal/berkembang di tempat – tempat pemujaan yang ada di kota-kota: Heliopolis, Memphis, Hermopolis, Herakleopolis.  Ada teks-teks itu yang berisi Pujian pada dewa-dewa; yang lain berisi mantra kematian; yang lain berisi mantra-mantra magis; yang lain berisi doa-doa ritual; yang lain berupa teks-teks penahbisan; yang berisi gelar-gelar kedewaan, dan banyak lagi. Ada teks-teks yang berbicara tentang penciptaan. Di sana diceritakan bahwa dahulu kala sebelum terjadi penciptaan, ada keadaan khaos  (kacau balau). Dalam kekacauan itu terdapat kekuatan-kekuatan yang tersembunyi  dan bahan-bahan penciptaan, tetapi kekuatan dan bahan-bahan itu tidak punya kekuatan diri sendiri menciptakan dirinya. Semua kacau-balau. Dewa pencipta sendiri larut dalam kekacau-balauan itu. Lalu muncullah kesadaran dalam dirinya, kemudian  memulai pekerjaannya mencipta. Dalam satu teks digambarkan keadaan kacau balau itu, demikian:
“Sewaktu langit belum ada tampak
Bumi belum ada-tampak
Cacing-cacing dan Ular-ular di tempat itu belum diciptakan....”
Lalu teks yang lain menambahkan:
                  “sewaktu langit belum ada-tampak
                  Bumi belum ada-tampak
                  Manusia belum ada-tampak
                  Dewa-dewi belum dilahirkan
                  Sewaktu kematian itu sendiri  belum ada-tampak

         Khaos itu adalah yang menutupi semua-semua, dan berupa lautan yang tak berpenghuni. Samudera-raya-kuno itu bernama Nun. Setelah terjadi penciptaan, samudera-raya -kuno ini tetap ada. Sebagai persediaan air yang maha dahsyat di pinggir dunia ini, dari sana laut bergelora dan arus air sungai Nil mengalir. Dewa Hapi, sebagai pewujudan Air Bah – mengguncang gelombang sungai Nil, dan Nun membiarkannya, dan dari sana Sumber mata air memancar dan air hujan berasal. Samudera itu, yang merupakan awal segalanya, tetap ada di sana, dan dulu sebagai pencipta segala sesuatu: Matahari di Heliopolis atau Bumi di Memphis. Tardisi Hermopolitan mengatakan bahwa Samudera itu merupakan kolegium daripada dewa-dewa kegelapan, yang mempersiapkan lahirnya wajah-wajah.
      Kadang-kadang Samudera itu dinamai Bapa dari dewa-dewa. Sebagai Bapa, pasti dialah yang pertama ada. Dalam buku Lembusorga dewa Re menyapa Samudera itu: “O Kau, Yang tertua dari dewa-dewa, dari siapa aku menjadi ada.” Selalu diceritakan bahwa Matahari muncul dari Nun. Seperti dilafalkan dalam Hymnus ini:
“Muncullah, muncullah, tampaklah keluar dari Nun, di mana engkau dibuat-muda jadi seperti keadaanmu kemarin.”
Walaupun allah-pencipta berasal dari Nun, tetapi dia lebih besar dari Nun. Samudera itu sendiri berkata:
“Anakku Re, allah, yang lebih besar dari bapanya dan lebih kuat dari dia, yang menciptakannya.”
Sewaktu Samudera itu bergerak, maka mulailah pembentukan bumi. Jalur pikiran tentang pembentukan bumi itu demikian: Selain si jantan Nun ada juga sosok wanita, yakni bagian bawah dari Samudera yang berhadap-hadapan dengan langit/sorga. Lalu terbentuklah dua pasangan yang memiliki sifat-sifat daripada Samudera itu, yakni: Ketidakterbatasan dan Kegelapan.  Alur pikiran ini dilanjutkan dengan munculnya pasangan keempat, yang memadatkan Udara menjadi berbentuk. Asal usul daripada pandangan tentang adanya delapan jadi empat pasangan yang menyatu, berada di Hermopolis, si delapan (kota), di Thoth yang dianggap sebagai tempat tinggal dewa (Orang Yunani menyamakan Thoth itu dengan Hermes).
      Apa yang dikenal dalam si delapan itu adalah  bahan-bahan bumi, tetapi bukan kehidupan organis. Bahan-bahan bumi itu berupa wujud/benda.
      Sewaktu Yang ada menjadi ada, penampakan khaos itu tampak dalam dua wajah. Dia di satu penampakan sebagai bahan dasar dan sekaligus sebagai “Hal yang masih dimungkinkan” dan itu  bergerak secara masif. Bahan Udara yang di atas Samudera mengembangkan bahan-bahan bumi dan mengubahnya menjadi Badai. Lalu Badai itu menghantam Nun hingga ke kedalamannya, lalu membulatkan lumpur yang dulunya tenang di sana menjadi tanah keras. Bukit yang tinggi, yakni Pulau-Nyala-api, muncul akibat badai itu di Hermopolis.Dari pulau-purba inilah dewa-dewa utama membentuk dunia-bumi dan aturan-aturannya melalui penciptaan Terang.
      Ada juga naskah yang menceritakan  proses pengubahan bahan-bahan penciptaan untuk menjadikan adanya kehidupan. Walaupun bahan dasar itu berwujud keras, bahan-bahan itu menginginkan adanya makluk hidup dan dengan demikian diharapkan terus menerus menjadi ada hidup. Dewa Matahari muncul dari suatu telor berwujud seperti obor. Kekuatan peranan dewa inilah memulai kehidupan (hidup) di bumi. Obor itu punya hubungan yang erat dengan Matahari. Benang cerita ini berasal dari kota Hermopolis, di daerah mana cerita tentang adanya Telor-purba sebagai asal-mula dari semua makhluk hidup, yang digambarkan sebagai patung-patung (reliqui).
      Versi yang kedua mengatakan, bahwa bunga Lotos lah sebagai cikal-bakal (sel-benih) daripada hidup. Darinya muncul dewa Matahari, dan dengan demikian juga kehidupan (hidup). Dewa Matahari itu berupa seorang anak-anak, dia “membuka matanya di bunga Lotos.
Cerita tentang Nun, Telor-purba, Lotos (Lotus)-purba, hendak memberitahu, bagaimana dan apa yang ada sehingga terjadi ciptaan-ciptaan itu. Telor dan Lotos merupakan alat  memproses bahan dasar menjadi ciptaan.
Karena berita penciptaan di Mesir kuno beraneka ragam, jadi bukan hanya satu dewa – pencipta. Naskah Hymne- dewa Ptah yang disimpan di Berlin, memuja dewa Ptah yang ada di Memphis  sebagai pengrajin  sehubungan dengan kegiatan-kegiatannya mencipta. Dalam teks itu dikatakan:
“Yang membentuk semua dewa-dewa, Manusia, hewan-hewan, yang menciptakan semua tanah (negeri) dan semua tepian dan lautan dalam namanya ‘Pembentuk Bumi’.”
Teks lain berkata:
      “Yang menciptakan apa yang ada  dan apa yang eksist.”
Juga dewa Chnum dinamai dengan “yang mendirikan tanah ini dengan tangannya”, atau secara umum  dikatakan: “yang membuat segala yang eksist ini dengan tangannya”.
Cerita dalam naskah itu dilanjutkan dengan memberitahu bahwa dewa Ptah telah membentuk semua dewa, manusia dan hewan-hewan, di mana dia melakukannya seperti  kerja penempa atau penuang. Tetapi dewa Chnum  telah membentuk  makhuk hidup dari pecahan-pecahan tanah-liat tempaannya. Banyak cerita yang memberitahu bahwa Chnum duduk di atas pecahan-pecahan itu lalu membuat manusia dan makhluk hidup lainnya dari pecahan-pecahan itu.
      Dewa Chnum yang berwajah kepala kijang liar itu dipandang punya kekuatan nafsu jantan di Mesir Kuno. Jadi dia bukan hanya pembuat manusia dan makhluk hidup dari pecahan tanah liat, tetapi juga  dewa yang “melahirkan dewa-dewa dan manusia”.
      Ajaran yang paling beken tentang penciptaan alam dengan melahirkannya ditemukan dalam pandangan Heliopolitan.  Disini, dewa Atum yang menjadi Dewa-purba pencipta alam, dan memaparkan tentang terjadinya dewa-dewa. Mula-mula dewa-purba Atum melahirkan Udara dan Kabut, yang kemudian memunculkan  bumi dan langit. Generasi berikutnya, yang bernama Osiris dan Isis, Seth dan Nephtys, menjadi saksi terhadap kuasa-kuasa politis yang memunculkan bumi.  Ada naskah yang memberitahu adanya kuasa Atum untuk melahirkn sendiri ciptaannya:
“Atum, yang menjadi pemuas dirinya sendiri berada di Heliopolis, dia taruh alat kelaminnya di kandungannya sehingga dia terangsang. Lalu lahir pasangan yang bersaudara, yakni Schu an Tefnut.”
Dalam hal ini, Atum menjadi ayah dan ibu sekaligus.
      Teks lain menceritakan dewa Chepre, yang disamakan dengan Atum, berkata:
“Saya menciptakan Yang Baru (?) dalam hati saya. Lalu muncullah banyak sekali wujud-wujud daripada wujud-wujud dalam bentuk anak-anak dan dalam bentuk anak-anakmereka. Saya menumpahkan benih saya ke dalam kandungan saya, saya bersetubuh dengan bayangan saya....”
Pemahaman tentang Kelahiran-purba ini bersesuaian dengan pemikiran Mesir kuno. Anak dihitung sebagai benih laki-laki; mereka tidak terjadi di kandungan ibu, tetapi hanya bertumbuh di sana.
      Di Memphis orang pencaya juga bahwa Firman dewa Ptah juga bisa mencipta. Kebaharuan  dewa-dewi – Pewujudan bumi dalam hukum alamnya dan tata perjalanannya – terjadi hanya karena gigi dan bibir dewa Ptah, yang menyebut nama segala sesuatu. Firman yang mencipta itu “dipikirkan dalam hati dan diperintahkan melalui mulut”. Jadi apa yang dikatakan itulah bendanya. Mulut dapat menciptakan suatu hal, dan suatu hal itu tidak ada kalau dia tidak dinamai.  Itu bersesuaian dengan sistem pemerintahan di dunia  kerajaan ilah-ilah: Perintah adalah kenyataan.
      Sebagai pengrajin, dewa pencipta membentuk bahan bumi tidak dari khaos, tetapi menyortirnya dari khaos.   Bila dewa pencipta melahirkan, yang bekerja hanyalah kuasanya melahirkan. Dia mencipta melalui Firman, dia menjadi hidup hanya dengan memanggil dengan menamainya; dia menjemput kuasa-purba yang ada sebelum bumi menjadi ada dalam wujudnya.
      Bangsa Mesir kuno juga mengenal penciptaan melalui Pemisahan dan Pengaturan. Dewa-purba Mesir kuno “membuat satu menjadi jutaan”. Dia memisahkan langit dan bumi, yang padamulanya merupakan kesatuan menyeluruh. Wujud-wujud kuno yang ada dulu itu merupakan hasil dari proses pemisahan dan Pengaturan, di mana  terjadi “pemisahan langit dan bumi”. Di Heliopolis dewa Udara, Schu, anak Atum, dewi langit Nut, berpisah dengan dewa bumi Geb. Peranan Pemisah di kalangan dewa-dewi juga diberitakan. Salah satunya dewa Ptah, ilah agung, yang memisahkan langit dan bumi. Ptah mencipta dengan cara memisah.
      Di Mesir kuno juga diberitahu tentang kapan penciptaan itu.  Dikatakan “pada pertama sekali”.  Ini bukan menunjuk pada permulaan, melainkan yang dimaksud adalah awal dari satu peristiwa. Jadi ada kemungkinan sesuatu ada tanpa adanya peristiwa/ kejadian.
      Karena awal itu adalah hal memulai, maka kata “pertama sekali” sering diulangi. Orang Mesir kuno percaya adanya  pengulangan kembali yang teratur dalam terjadinya penciptaan yang baru. Pandangan itu ditarik dari kenyataan bahwa matahari muncul dari permukaan air setiap paginya dan teraturnya perjalanan hari adalah oleh karena kekuatannya. Dewa matahari yang muncul tiap pagi merupakan anak yang baru lahir, yang dalam satu hari itu dialami kepenuhan hidup sampai kematian. Itu berarti, bahwa alam , “seperti pada pertama kali”, mulai setiap hari dari yang baru, sedangkan hal ketidak-teraturan khaos itu tetap ada, dan selalu merupakan ancaman bagi dunia yang teratur. Satu mythos menerangkan pertempuran  dewa matahari setiap hari selalu baru melawan ular apophis, yang selalu ingin disingkirkan oleh dewa Matahari, tetapi tidak pernah berhasil disingkirkan karena sifatnya sebagai kekuatan yang tak termatikan: Dunia selalu terancam oleh Kuasa Kekacauan , dan dunia harus selalu memikirkan bagaimana melawan khaos itu.  Pertempuran ini menjadi gambaran bagaimana raja selalu bertempur melawan kegelapan (Kekacauan). Raja mengusir kekacauan, dan seperti Atum tampaknya dia berhasil: “Pengaturan telah terpancang di tempatnya..., dan negeri sudah seperti pada pertama sekali.” Pekerjaan raja sama seperti pemunculan kembali daripada alam, ciptaan.
      Dewa Chnum dipercayai punya kekuatan-hidup (yang disebut Ka), yang menjadikan manusia seperti penjunan menempa tanah-liatnya. Lukisan yang ada di kuil Hatschepsut di Deir al-Bahri, menunjukkan Ptah sebagai penjunan, yang kegiatannya menjunan selalu diperbaharui, di mana selalu ada yang baru lahir (tercipta).  Di gambaran lain ditunjukkan bahwa Chnum dan dewa-dewa lainnya sebagai penjunan kekuatan melahirkan berada pada laki-laki dam kekuatan membawa lahir berada pada diri perempuan. Dewa juga dipandang sebagai pencipta organ pelahir dan pembuat terjadi pembuahan dalam persetubuhan, dan di sana dimulai lah sejarah kemanusiaan.
      Pencipta bumi juga telah menciptakan ras manusia, di mana warna kulit manusia dibuat berbeda-beda, atau bentuk tubuh dan bahasa dibuat berbeda-beda. Ada empat ras manusia menurut teks Mesir kuno, dan empat ras itu merupakan anak dari satu dewa atau dewa yang sama. Tetapi kemudian manusia itu dibedakan melalui perbuatan dewa. Pada dasarnya mereka semua punya akses jalan ke tempat tinggal di Firdaus di seberang. Pandangan ini muncul dari sikap saling sangat mengasihi di kalangan orang Mesir kuno, dan yang sangat memusuhi orang asing. Dalam buku Pforten (Pintu Gerbang), dapat dilihat peranan Horus sebagai Gembala bangsa-bangsa, sedang mengawasi manusia-manusia yang mati. Di sana dikatakan ada empat orang Palestina, empat orang Nubia, empat orang  Lybia, dan empat orang Mesir, sebagai manusia yang sebenar-benarnya, dan sebagai patokan dari ras yang ada itu.
      Mesir kuno juga mengenal pemahaman bahwa semua penciptan yang dilakukan dewa-dewa adalah untuk kesejahteraan manusia, yakni yang dikembangkan dalam pandangan “dewa lembu kecil”. Duaribu tahun sebelum kelahiran Kritus, seorang raja telah mengaturkan ajaran budaya dan ajaran politik kepada Merikare, calon penggantinya, di mana dituliskan:
“Manusia menghormati  dewa Lembu-kecil. Dia telah membuat langit dan bumi menurut keinginan mereka, telah mengatur gelora air dalam batasan-batasannya. Dia menciptakan udara, untuk menghidupkan lubang hidung mereka.  Karena mereka adalah gambarnya, yang muncul-keluar dari anggota tubuh (daging)-nya. Dia pergi ke langit (sorga) sesuai keinginan mereka. Dia telah menciptakan tumbuhan yang dapat dimakan bagi mereka, lembu-kecil, burung-burung dan ikan-ikan untuk menjadi makanan mereka.
Di dalam naskah yang terkemudian juga diberitahu bahwa dewa Ptah telah membuat  adanya tanaman yang dapat dimakan manusia, demi kepeduliannya kepada manusia.

Pusat-pusat keagamaan Mesir kuno, yakni Heliopolis, Heropolis, Memphis, Theben, dan tempat-tempat lainnya, masing-masing mengatakan dirinya sebagai tempat mencipta dan sekaligus sebagai pusat dunia dan gerbang  dunia. Dari itu muncul banyak variasi cerita penciptaan dunia.
      Ide adanya Bukit-purba muncul dari Heliopolis. Dewa Atum, penguasa di sana, justru disebut juga sebagai Bukit: “Engkau tinggi (agung)  di dalam namamu yang lebih tinggi agung (= Bukit).” Pengenalan seperti itu juga ada di Memphis, di mana dewa setempat, yang bernama Ta-tenen- yang berarti Tanah yang muncul dari Laut – dipertautkan.  Tempat-tempat lain, di masa-masa kejayaan agama dan politik di masing-masing tempat itu, menyatakan diri sebagai  lokasi-purba dari mana pertumbuhan bumi dimulai dan penguasaan tanah untuk dirinya terjadi.
      Kota-kota tua Mesir kuno dianggap sebagai pusat dunia, termasuk pusat dari pada negeri-negeri sekitarnya.  Dari sudut pandang Mesir kuno tetangga-tetangga mereka itu dinamai: orang Lybia, Nubia dan Asia yang hidup di sebelah barat, selatan dan timur kerajaan Mesir. Laut terletak di utara Mesir. Dewa berkata kepada Pharao:
“Diberikan kepadamu Yang Selatan, sejauh ke mana angin bertiup, Yang utara hingga ujung Laut, Yang Barat sejauh ke mana matahari berjalan, (yang Timur hingga tempat, di mana) dia muncul sebagai Schu.”
Bahwa Mesir sebagai pusat dunia, tampak dari ritus perayaan pengangkatan raja: Raja menembakkan panah ke arah empat mata angin, sewaktu dia naik tahta; dan juga melepas empat burung, yang terbang ke Selatan, Utara, Barat dan Timur, untuk memberitahu ke seluruh penjuru dunia bahwa Pharo yang baru sudah naik tahta.
      Bahwa Mesir pusat dunia tergambar juga dalam sarkopag dari abad ketiga atau keempat sebelum Kristus, yang disimpan di New York. Di tengah sarkopag itu ada gambar Mesir dikitari oleh bulatan, sebagai pertanda bahwa Mesir pusat dunia.
      Herapollon tegas mengatakan bahwa negeri Mesir adalah “tengah-tengahnya  bumi (yang dihuni manusia), dan dikatakan lagi: “seperti biji mata di tengah-tengah mata”. Stobäus juga menyimpulkan bahwa negeri Mesir  sebagai negeri yang sangat suci” berada di tengah bumi.  Pseudo-Apulius memuja Mesir sebagai “Kuil seluruh dunia” dan “Gambar daripada sorga”. Seperti Mesir yang selalu dibanjiri air sungai Nil tiap tahun, demikianlah bumi sebagai Bukit-purba, selalu muncul baru dari air di setiap tahunnya.
      Menurut teolog Mesir, bahwa setelah selesai penciptan, dewa-dewa tua menyerahkan tugas mengurus dunia kepada dewa-dewa muda. Ada juga yang mengatakan bahwa dewa-dewi tua itu kemudian mati dan dikuburkan di tempat tertentu. Dewa-dewi yang hidup, anak-anak mereka, para pengikutnya mengadakan ritus penguburan baginya. Demikianlah katanya kejadiannya kepada si delapan Hermopolis, yang menurut teologi  dari Thebe katanya mereka pergi ke Djeme (sekarang bernama  Medinet Habu) dan mati di sana. Di gunung yang di sebelah timur Edfu ada “Kuil Tinggi/Agung”, di mana dewa yang bertanggungjawab tentang pembangunan dunia, tidur selamanya. Di negeri bagian utara daripada  Esne ada “Bukit”, yang di bawahnya katanya  tujuh firman pencipta dari pada dewa ular yang bernama Kenatef, yang menghuni Bukit Thebe, Atum dan kedua anak kembarnya Schu dan Tefnut, beristirahat selamanya.
      Menurut banyak teolog, dewa pencipta adalah dewa tertinggi di suatu kota di Mesir kuno, dan dewa itu disamakan dengan matahari.  Ciptaan adalah hasil pertama perbuatan karyanya yang besar. Dia kekal dan mahakuasa.
      Banyak sekali nyanyian puji-pujian yang mengagungkan pencipta. Pencipta selalu berkaitan dengan Nun, bertindak sebagai pemelihara/penopang bumi, tuan (Tuhan) dari pada raja-raja Mesir dan pelindung daripada negara. Dalam naskah ini penulis nyanyian mengagungkan Ptah dengan kata-kata sebagai berikut:
“Salam bagimu, engkau yang agung dan Tua, Ta-tenen, bapa dari dewa-dewa, dewa agung  yang pertama kali, yang membentuk manusia, dan membuat dewa-dewa, yang memulai kemenjadian pada awal zaman purba, yang pertama, lalu segala sesuatunya, yang datang, muncul-ada, yang membuat langit melalui hal yang dia cipta di hatinya, yang meninggikan diri melalui peninggian Schu, yang mendirikan bumi melalui apa yang dia buat sendiri, yang melingkupinya dengan Nun (dan) (si) lautan, yang telah membuat dunia bawah sebagai tempat damai bagi orang mati, yang mengizinkan Re pergi ke sana, sebagai Penguasa Kekekalan dan Penguasa Ketidakterbatasan untuk membangunkan mereka. Tuhan daripada kehidupan, yang memungkinkan tenggorokan bernafas, yang memberi nafas kepada setiap hidung, yang menopang kehidupan setiap manusia melalui makanannya, yang mengatur Waktu hidup (batas waktu dan pertumbuhan)-nya, yang melalui ketentuannya manusia hidup, yang mengaturkan kurban makanan bagi semua dewa-dewa dalam bentuk Nun yang agung, Tuhan dari kekekalan, yang kepadanya  diserahkan keadaan tidak-berakhir , nafas hidup kepada setiap orang, yang memimpin raja ke tempatnya yang mulia dengan namanya “Raja dari Dua Negeri”.

                 

Comments